Temuan K2-18b adalah terobosan lantaran punya potensi terbesar dihuni makhluk hidup. Ia diduga mengorbit dalam jarak yang tepat dengan bintangnya sehingga selain di atmosfer, barangkali ada air yang mengalir di permukaannya.
Meski mirip Bumi, sebenarnya ada beberapa perbedaan. Ukuran K2-18b 8 kali lipat lebih besar. Bintangnya pun kerdil atau katai merah, jauh lebih kecil dan lebih redup cahayanya dibandingkan Matahari kita.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Temuan Planet Paling Mirip Bumi Bikin Heboh |
Berjarak 111 tahun cahaya, manusia memang mustahil menjangkaunya. Menggunakan teknologi roket yang ada saat ini, diperlukan waktu lebih dari sejuta tahun untuk menyambanginya. Tapi tak ada salahnya memprediksi apa yang akan dialami jika kita bisa berada di sana.
Angelos Tsiaras dari University College London yang memimpin studi soal K2-18b, menyebut bahwa ada sekitar 0,01% sampai 50% uap air di atmosfer, sebuah rentang angka yang lebar. Maka sulit menentukan karakteristik planet ini. Bisa saja permukaannya semua tergenang atau terdiri dari laut, danau dan daratan.
Temperaturnya juga tidak bisa ditentukan berapa tepatnya. Periset mengestimasi antara minus 73 sampai 47 derajat Celcius. Artinya, permukaannya bisa lebih dingin dari Antartika atau lebih panas dari gurun pasir di Bumi atau di antaranya.
(ke halaman selanjutnya)
Memperkirakan Kondisi Permukaan Planet Paling Mirip Bumi
Ilustrasi. Foto: Digitaltrends
|
Jika manusia dapat survive dalam kondisi tersebut, pemandangan nan eksotis mungkin akan mempesonakan mereka. Tsiaras menyebut bahwa K2-18b punya planet 'saudara' yang mengorbit lebih dekat ke bintang mereka.
Dari permukaan K2-18b, planet tersebut mungkin akan tampak seperti planet Venus yang dilihat dari Bumi. Selain itu, pemandangan bintang jenis katai merah juga menyajikan lanskap yang menarik.
"Anda akan melihat sebuah bintang merah, bukan kuning," kata Ingo Waldmann, salah satu anggota tim riset.
Sayangnya meski lebih redup, katai merah justru lebih aktif dibanding bintang sejenis Matahari. Ia lebih sering melepaskan flare yang powerful. Jadi, K2-18b mungkin banyak diselimuti radiasi sinar ultraviolet yang lebih merusak daripada di Bumi.
"Bagi kehidupan di Bumi, itu akan menjadi hal buruk. Kita semua akan mendapat kanker relatif cepat. Tapi kehidupan di sana mungkin berkembang secara berbeda," kata Waldmann. Jikalaupun bukan makhluk seperti manusia, bisa jadi ada bentuk kehidupan lain di sana.