
-
01 Awas, Jangan Sembarang Ngecas! Data Ponsel Bisa Dicuri
-
02 Google Street View Mulai Rekam 'Jalan Tikus' di Jakarta
-
03 Laporan dari Hangzhou Kerennya Warung di China yang Serba Digital
-
04 FotoINET Gadis Remaja Menawan Ini Pikat Jutaan Netizen
-
05 Selamat! Ini Para Pemenang Hidden Quiz Smartfren
-
06 Strategi Indosat agar Jaringan Lancar Saat Ramadan dan Lebaran
-
07 Apple Siapkan iPhone Dual SIM, Harganya?
-
08 Kocak! Video Viral Bule Kesulitan Jongkok ala Orang Asia
-
09 26 April, Batas Facebook Indonesia Jelaskan Kebocoran Data
-
10 Keren! Toko Furniture Ini Punya Gerbang Kasir Otomatis
- SELENGKAPNYA
-
01 Tergiur iPhone X Murah di OLX, Karyawati ini Tertipu Belasan Juta
-
02 Pelanggan Kena Tipu Beli iPhone X, Ini Tanggapan OLX
-
03 BJ Habibie Lebih Dikagumi Ketimbang Jokowi
-
04 Grab Sindir Aplikasi Go-Jek Error
-
05 Inikah Inisial Android P?
-
06 Dikritik Soal Prosesor V9, Ini Tanggapan Vivo
-
07 Xiaomi: Redmi Note 5 Setara Samsung S9
-
08 5 Jam Dicecar DPR, Facebook Jadi Diblokir di Indonesia?
-
09 Hasil Studi: Bitcoin Halal Sesuai Syariat Islam
-
10 Keluh Kesah Netizen Peserta UN yang Mengundang Tawa
Kamis, 02 Nov 2017 16:30 WIB
Planet Mirip Bumi Bertebaran di Alam Semesta, Seperti Apa?

Jakarta - Dengan ditemukannya banyak planet mirip Bumi yang mungkin layak dihuni, apakah sebenarnya yang membuat objek-objek tersebut dikatakan dapat menampung kehidupan? Memang yang jelas, karakteristiknya harus mirip Bumi.
Para ahli astrobiologi mengatakan terdapat cukup banyak planet layak huni di dalam Galaksi Bima Sakti berdasarkan beberapa kategori, seperti dilansir detikINET dari situs resmi Genetic Science Learning Center University of Utah pada Kamis (2/11/2017).
Pertama, mereka memiliki jarak yang proporsional dengan Bintang terdekat, sehingga tidak memiliki suhu yang terlampau panas maupun terlalu dingin. Beberapa peneliti menyebut jarak tersebut masuk ke dalam zona layak huni, atau Zona Goldilocks.
Lalu, planet tersebut harus terbuat dari bebatuan, sehingga planet seperti Jupiter, Saturnus, dan Uranus yang terbuat dari gas tidak memiliki kapabilitas untuk menyediakan kehidupan bagi manusia.
Kemudian, ukurannya cukup besar untuk memiliki inti yang terbuat dari lelehan material yang dapat memberikan sumber energi. Inti Bumi sendiri mampu memberikan sumber energi geotermal untuk mendaur ulang material mentah serta menciptakan medan magnet untuk melindungi Bumi dari radiasi.
Terakhir, memiliki lapisan atmosfir yang mampu menyelimuti planet tersebut untuk menahan berbagai macam gas, seperti oksigen dan karbondioksida, agar suhu di dalam planet tetap hangat. Selain itu, atmosfir juga dapat melindungi planet dari paparan radiasi.
Namun, para peneliti tidak dapat semata-mata menyimpulkan planet yang memenuhi kategori tersebut menjadi layak huni. Hal tersebut tercermin dari kondisi Bumi sendiri yang mengalami perubahan drastis selama bertahun-tahun.
Harus dilakukan evaluasi apakah kondisi tersebut akan terus bertahan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, para ahli juga harus melihat tanda-tanda apakah planet tersebut dapat dihuni di masa lalu.
Contohnya, Mars yang memiliki bekas aliran sungai serta dasar danau sehingga para ahli astrobiologi penasaran apakah planet yang dingin dan kering tersebut sempat tertutupi oleh air. Jika benar adanya, maka bukan tidak mungkin masih terdapat sisa air jauh di dalam permukaan planet tersebut.
Lalu, masih terdapat kemungkinan juga bahwa planet yang sekarang tidak memiliki kehidupan sempat dihuni berbagai makhluk di masa lalu, mengingat setiap makhluk hidup pasti mengubah lingkungan, ekosistem, serta meninggalkan jejak baik secara fisik maupun secara kimiawi.
Penemuan terhadap fosil ataupun sisa-sisa kehidupan lain dapat memberikan banyak informasi mengenai bagaimana kehidupan yang sudah punah tersebut dulu sempat berlangsung. Meski tentu dengan teknologi sekarang, menjelajah ke planet jauh yang mirip bumi belum dimungkinkan. (fyk/fyk)
Para ahli astrobiologi mengatakan terdapat cukup banyak planet layak huni di dalam Galaksi Bima Sakti berdasarkan beberapa kategori, seperti dilansir detikINET dari situs resmi Genetic Science Learning Center University of Utah pada Kamis (2/11/2017).
Pertama, mereka memiliki jarak yang proporsional dengan Bintang terdekat, sehingga tidak memiliki suhu yang terlampau panas maupun terlalu dingin. Beberapa peneliti menyebut jarak tersebut masuk ke dalam zona layak huni, atau Zona Goldilocks.
Lalu, planet tersebut harus terbuat dari bebatuan, sehingga planet seperti Jupiter, Saturnus, dan Uranus yang terbuat dari gas tidak memiliki kapabilitas untuk menyediakan kehidupan bagi manusia.
Kemudian, ukurannya cukup besar untuk memiliki inti yang terbuat dari lelehan material yang dapat memberikan sumber energi. Inti Bumi sendiri mampu memberikan sumber energi geotermal untuk mendaur ulang material mentah serta menciptakan medan magnet untuk melindungi Bumi dari radiasi.
Terakhir, memiliki lapisan atmosfir yang mampu menyelimuti planet tersebut untuk menahan berbagai macam gas, seperti oksigen dan karbondioksida, agar suhu di dalam planet tetap hangat. Selain itu, atmosfir juga dapat melindungi planet dari paparan radiasi.
Namun, para peneliti tidak dapat semata-mata menyimpulkan planet yang memenuhi kategori tersebut menjadi layak huni. Hal tersebut tercermin dari kondisi Bumi sendiri yang mengalami perubahan drastis selama bertahun-tahun.
Harus dilakukan evaluasi apakah kondisi tersebut akan terus bertahan dalam jangka waktu yang lama. Selain itu, para ahli juga harus melihat tanda-tanda apakah planet tersebut dapat dihuni di masa lalu.
Contohnya, Mars yang memiliki bekas aliran sungai serta dasar danau sehingga para ahli astrobiologi penasaran apakah planet yang dingin dan kering tersebut sempat tertutupi oleh air. Jika benar adanya, maka bukan tidak mungkin masih terdapat sisa air jauh di dalam permukaan planet tersebut.
Lalu, masih terdapat kemungkinan juga bahwa planet yang sekarang tidak memiliki kehidupan sempat dihuni berbagai makhluk di masa lalu, mengingat setiap makhluk hidup pasti mengubah lingkungan, ekosistem, serta meninggalkan jejak baik secara fisik maupun secara kimiawi.
Penemuan terhadap fosil ataupun sisa-sisa kehidupan lain dapat memberikan banyak informasi mengenai bagaimana kehidupan yang sudah punah tersebut dulu sempat berlangsung. Meski tentu dengan teknologi sekarang, menjelajah ke planet jauh yang mirip bumi belum dimungkinkan. (fyk/fyk)
Berita Terkait
Baca Juga
News Feed
-
20Detik
Kerennya Aplikasi Buatan Alibaba di Restoran Bacang Ini
Kamis, 19 Apr 2018 16:52 WIBMemesan dan menyantap makanan di resotran yang dikembangkan Alibaba ini jadi lebih menyenangkan karena semua prosesnya sudah digital. Penasaran? -
Laporan dari Hangzhou
Kerennya Warung di China yang Serba Digital
Kamis, 19 Apr 2018 16:16 WIBSistem pembayaran non-tunai di China memang mengagumkan. Hal ini terlihat saat detikINET berkunjung ke warung yang sudah serba digital melayani pelanggan. -
Strategi Indosat agar Jaringan Lancar Saat Ramadan dan Lebaran
Kamis, 19 Apr 2018 16:04 WIBBulan Ramadan akan segera tiba. Saat itu, layanan telekomunikasi semakin sering digunakan pelanggan, terutama saat Lebaran. Begini antisipasi Indosat. -
FotoINET
Gemasnya JKT48 Perkenalkan Redmi Note 5
Kamis, 19 Apr 2018 15:53 WIBJKT48 turut memeriahkan peluncuran Redmi Note 5 di Indonesia. Mereka memamerkan ponsel teranyar Xiaomi dengan spesifikasi gahar ini. -
Awas, Jangan Sembarang Ngecas! Data Ponsel Bisa Dicuri
Kamis, 19 Apr 2018 15:42 WIBKementerian Kominfo mengatakan motif pencurian data melalui kabel data USB ini dinamakan dengan juice jacking. Apa itu juice jacking dan bagaimana solusinya? -
Selamat! Ini Para Pemenang Hidden Quiz Smartfren
Kamis, 19 Apr 2018 15:35 WIBAdakah di antara kalian yang sejak kemarin rajin mengikuti Hidden Quiz Smartfren di detikcom? Sekarang saatnya mengecek, adakah nama kalian? -
20Detik
Dengan Gerbang Otomatis di Kasir, Belanja Jadi Makin Simple
Kamis, 19 Apr 2018 14:53 WIBDi era digital ini inovasi selalu dibutuhkan demi mengikuti perkembangan teknologi. Hal inilah yang dilakukan toko furnitur Home Times di China. -
Google Street View Mulai Rekam 'Jalan Tikus' di Jakarta
Kamis, 19 Apr 2018 14:40 WIBDiperkirakan, layanan ini bisa diselesaikan kurang lebih seperti tampilan Street View untuk jalan-jalan utama yang memakan waktu dua tahun di Indonesia. -
Uni Eropa Berhasil Jinakkan Facebook
Kamis, 19 Apr 2018 14:11 WIBRaksasa jejaring sosial Facebook ternyata lebih menurut kepada regulator di Uni Eropa ketimbang kawasan lain dalam mengubah kebijakannya terhadap data user. -
26 April, Batas Facebook Indonesia Jelaskan Kebocoran Data
Kamis, 19 Apr 2018 13:52 WIBTak kunjung mendapat penjelasan dari Facebook, pemerintah kembali mengirim surat kepada Facebook terkait penyalahgunaan data pengguna Facebook di Indonesia.