Kesempatan ini tak disangka-sangka sebelumnya. Sebab, kacamata canggih ini memang belum dijual bebas di pasaran. Jadi, hanya orang-orang tertentu saja yang memilikinya.
Dalam jamuan cocktail party yang digelar VMware di salah satu lounge di sekitar San Francisco, AS, detikINET bertemu dengan salah satu dari seribu orang pertama yang mendapatkan kesempatan untuk memiliki Google Glass.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bagaimana ia bisa mendapatkan kacamata ini, dan bagaimana pengalamannya dalam menggunakan Google Glass? Simak saja ulasan berikut ini.
1. Ditawari Google
|
"Belum ada satupun toko yang menjualnya. Kacamata ini saya dapatkan langsung dari Google," begitu katanya saat memulai perbincangan. Clement sendiri berprofesi sebagai developer software aplikasi.
Ia pun mengisahkan ihwal dirinya ditawari Google bermula saat dirinya memposting soal aplikasi besutannya di salah satu forum Android. Aplikasi itu ramai dibahas karena dinilai cocok untuk Google Glass.
Tak dinyana, pihak Google ternyata tertarik setelah mengatahuinya dari forum. Oleh Google, Clement pun akhirnya ditawari untuk mengembangkan aplikasi tersebut untuk Google Glass. Apa aplikasinya, masih rahasia katanya.
2. Berapa Harganya dan Kapan Dipasarkan?
|
"Belum tentu, bisa jadi harganya naik. Waktu saya membelinya hanya USD 1.000, tapi saat mulai dipasarkan nanti, bisa saja melonjak jadi USD 2.999. Kacamata ini baru akan ada di pasaran akhir 2014 mendatang," katanya.
Wah, masih cukup mahal ya. Dengan harga USD 1.000 saja sudah lumayan mahal, apalagi jika naik jadi tiga kali lipatnya. Kira-kira, adakah jalan pintas untuk mendapatkannya selain undangan khusus dari Google?
3. Tak Bisa Berpindah Tangan
|
Dijelaskan, tiap kacamata ini disiapkan khusus personalisasi masing-masing penggunanya. Jika Google Glass sudah digunakan oleh salah satu akun, maka Google hanya akan memberikan izin penggunanya oleh akun itu saja.
Jika akun berganti, maka Google akan menghapus fungsi fitur yang ada di dalamnya. "Ya jadinya seperti kacamata biasa saja," kata dia.
Wah, sayang juga ya kacamata seharga lebih dari Rp 10 juta kalau tidak bisa apa-apa. Meski demikian, jika sekadar untuk dicoba-coba oleh orang lain tanpa mengubah akun, kacamata ini masih bisa berfungsi seperti biasa.
4. Cara Menggunakannya
|
Pertama-tama, agak sulit untuk menggunakannya. Karena lensanya teramat kecil dan hanya ada satu di sebelah kanan saja. Untuk bisa melihat tampilan layarnya, kita harus terlebih dulu memicingkan mata agar bisa fokus.
"Itu tandanya mata kita sedang berkalibrasi dengan tampilan layar di Google Glass," Clement menjelaskan.
Dalam tampilan layar mini yang terlihat bak sorotan proyektor di ujung mata, ada sejumlah tampilan menu berupa perintah untuk mengambil foto, browsing internet, membaca email, SMS, panggilan telepon, dan fitur lainnya.
"Nah, coba saja beri perintah. Mari kita jajal untuk mengambil foto. Katakan, "Ok, Glass.. take a picture.." saran Clement.
DetikINET pun coba menjajalnya dengan memberi perintah suara. Gagal. Dua tiga kali dicoba, tak ada yang terjadi. Ternyata, kacamata ini masih sangat noise sensitif.
"Di sini mungkin terlalu berisik," kata Clement. Suasana sore itu di lounge memang ramai dengan orang-orang yang sedang asyik ngobrol. Melepas penat selepas event sambil minum-minum.
Setelah berbincang sejenak dan bertukar kartu nama, Clement akhirnya pamit karena harus meeting dengan orang lain.
5. Lekuk Google Glass
|
Saat detikINET ingin kembali menjajalnya, kacamata itu sudah dimatikan. Selain untuk menghemat baterainya, Google Glass memang tak boleh diaktifkan di pesawat, sama halnya dengan ponsel dan benda elektronik lainnya.
Namun untungnya, Clement masih mengizinkan untuk mengambil beberapa foto Google Glass ini. Kami pun berpisah saat pesawat mulai boarding karena berbeda maskapai.
Halaman 5 dari 6