Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Wawancara Bupati Banyuwangi
Mimpi <i>Digital Society</i> dari Bumi Blambangan
Wawancara Bupati Banyuwangi

Mimpi <i>Digital Society</i> dari Bumi Blambangan


Rachmatunisa - detikInet

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas (rns/detikINET).
Jakarta - Abdullah Azwar Anas sangat percaya bahwa teknologi adalah gerbang kemajuan. Bupati Banyuwangi ini kemudian mencanangkan konsep digital society. Sebanyak 1.500 titik WiFi disebar di hampir seluruh penjuru Banyuwangi.

Tujuannya, agar masyarakat bisa mengakses informasi dan ilmu pengetahuan, serta meningkatkan kualitas pelayanan terhadap warganya. Tidak sia-sia, konsep yang dijalankan sejak kepemimpinannya di 2010 ini menampakkan hasil.

Jika biasanya wilayah yang terletak di perbatasan antar pulau dicirikan tertinggal dan diabaikan, tidak demikian dengan wajah Banyuwangi kini. Bupati muda ini berhasil mengubah wajah Banyuwangi.

Konsep Smart Kampung yang dirintisnya perlahan mendidik warga dan jajaran pemerintahannya melek TIK. Berikut adalah perbincangan detikINET dengan sang Bupati saat ditemui di rumah dinasnya beberapa waktu lalu, di Kompleks Pendopo Sabha Swagata Kabupaten Banyuwangi.

Banyuwangi giat sekali mengidupkan konsep digital society. Apa targetnya?

Bagi Banyuwangi, konsep digital society adalah kebutuhan. Dengan jarak yang jauh antar desa dan kecamatan, untuk meningkatkan pelayanan kendaraannya harus IT.

IT yang seperti apa? Konsep smart city mungkin cocok. Tapi saya fokus bagaimana smart city ini lebih fokus ke masyarakatnya. Makanya saya lebih suka menyebutnya digital society. Karena rakyat harus bisa menikmati dan terlibat. Mereka ikut belajar dan mendapatkan manfaatnya.

Sejak dicanangkan, bagaimana perkembangannya?

Perkembangannya di luar ekspektasi saya. Melihat bagaimana anak-anak menggunakan WiFi secara lebih terarah, jajaran Pemkab memanfaatkan IT untuk pelayanan publik. Misalnya di Kelurahan, bagaimana mereka bisa mengeluarkan surat keterangan kelakuan baik secara online. Memangkas birokrasi, tak perlu jauh-jauh datang. Jadi itu akan lebih efisien.

Kecuali satu yang sekarang sedang bermasalah adalah e-KTP. Sebelumnya bikin e-KTP di sini hanya lima menit. Tapi karena aturan pemerintah yang baru, harus mencetak di Kecamatan, ini problem bagi kami. Satu kemunduran bagi Banyuwangi. Tapi itu masalah berbeda, karena menyangkut servernya di nasional. Tapi yang jelas, digital society ini harus dirasakan rakyat.

Saat pertama kali akan memasang titik-titik hotspot, kabarnya begitu banyak permintaan. Artinya antusiasme TIK di sini demikian besar.

Ya, memang antusiasmenya tinggi. Waktu awal-awal belum. Tapi saya melihat tren ke depannya itu IT dan anak-anak komunitas IT ke depan akan ada hal-hal yang kita tidak bayangkan akan terjadi.

Kami pasang titik-titik WiFi dan Telkom kan memantau ini. Banyak yang memasang WiFi hanya hiasan. Di daerah kami benar-benar dipakai. Yang menarik tahun 2013 Banyuwangi juara 1 digital society dari pemakai titik WiFi satuan terbesar di Indonesia.

Saat ini sudah ada 1.500 titik WiFi di Banyuwangi, tersebar mulai dari jajaran pemerintahan, rumah sakit, puskesmas, taman umum, sampai mesjid dan gereja.

Data Telkom triwulan pertama 2015, jumlah rata-rata pengakses WiFi Telkom per bulan di Banyuwangi meningkat 132% dibandingkan tahun lalu. Di 2014, rata-rata pengakses WiFi 290.682 per bulan. Triwulan pertama 2015, jumlahnya naik jadi 384.283.

Apa yang menjadi tantangan sekaligus peluang bagi Banyuwangi?

Saya kira setiap daerah punya tantangan dan peluang berbeda. Makanya saya sering sebut bahwa kegagalan suatu daerah adalah ketika dia mengkloning di daerah lain yang tidak sesuai dengan peluang dan basis yang ada di daerahnya.

Soal IT, WiFi itu bagi Banyuwangi adalah kebutuhan. Bagaimana caranya agar warga terkoneksi dengan dunia luar. Di kota lain seperti Jakarta yang menerapkan smart city, perlu memasang banyak CCTV untuk mantau macet dan banjir misalnya. Di Banyuwangi tidak perlu karena di sini tidak macet. Jadi sesuai dengan kebutuhannya.

Kedua berkaitan dengan pelayanan. Kalau tidak dengan IT ini akan berjalan lambat. Ada desa yang perlu waktu empat jam untuk sampai ke sini. Dengan adanya sistem online semua bisa menjadi lebih dekat. Memangkas birokrasi.

Memang tantangannya ke depan dari IT ini adalah penyalahgunaan IT. Dengan jaringan begitu banyak di Banyuwangi, penyalahgunaan ini yang berat. Maka literasi IT itu sangat perlu. Bagaimana jalan mencari data. Pendidikan bagi warga terutama anak-anak mengakses internet sehat itu penting.

Di satu sisi kita tidak bisa memblokir anak-anak menjadi tidak kenal internet. Maka pilihannya adalah mengenalkan internet yang sehat sejak awal.

Tantangan lain adalah IT ini sekarang tidak mengenal umur tidak mengenal daerah atau desa. Ponsel ini misalnya, semua orang pakai, sampai ke kampung-kampung. Nah, bagaimana terus mendidik untuk memanfaatkan IT ini menjadi baik.

Saya kira ke depan digital kreatif itu akan menjadi alternatif. Makanya Banyuwangi saat ini bersiap menggelar fiber optik cukup besar. Berdasarkan PP No.96 tahun 2014, kami masuk dalam 5 Kabupaten di Indonesia yang menjadi percontohan broadband nasional.

Selain e-Government, e-Hospital dan lain-lain, sepertinya Banyuwangi ingin menerapkan 'e' di semua sektor. Apa lagi ke depannya?

Yang paling menonjol adalah program perencanaan pembangunan semacam e-Musrembang, musyawarah perencanaan pembangunan. Jadi Banyuwnagi ini tahun kemarin menjadi Kabupaten dengan perencanaan pembangunan terbaik kedua se-Indonesia. Tahun ini se-Jawa Timur nomor satu.

Ini adalah perencanaan pembangunan kita yang terbuka. Bisa diakses secara online oleh masyarakat. Dengan demikian kita dianggap transparan dan partisipatif dengan menggunakan e-perencanaan pembangunan. Masyarakat bisa tahu usulan apa saja yang terakomodir dalam perencanaan.

Media sosial Anda tampaknya cukup aktif. Mengingat kesibukan Anda, apakah tweet dan update ini langsung diposting sendiri atau oleh asisten?

Ya. Saya pasti baca setiap tweet yang mention saya. Memang tidak semua saya jawab. Kalau pengaduan masyarakat saya jawab nantinya kan tambah panjang. Tapi kalau yang ringan-ringan saya jawab, di-retweet.

Itu penting sebagai masukan kami dan kepala dinas. Saya tahu ada masalah di mana, langsung dilaporkan ke kepala dinasnya. Saya biasa pakai BBM grup. Saya suarakan di BBM grup. Dan rapat sekarang gak mesti ketemu ya, bisa teleponan, video call.

Bagaimana peran pemerintah pusat dan pihak terkait soal implementasi digital society? Harapannya?

Pusat saya kira cukup mendorong, hanya perlu lebih masif. Ini kan baru Kemenkominfo dan Telkom. Harapan saya ini bisa lebih masif ke depannya, sehingga digital society ini menjadi lebih merata.

(rns/ash)







Hide Ads