Donald Trump Comot Jurnal Kedokteran Soal Corona, Tapi Bohong...
Hide Ads

Donald Trump Comot Jurnal Kedokteran Soal Corona, Tapi Bohong...

Fitraya Ramadhanny - detikInet
Kamis, 21 Mei 2020 13:06 WIB
WASHINGTON, DC - MARCH 31: U.S. President Donald Trump participates in the daily coronavirus task force briefing in the Brady Briefing room at the White House on March 31, 2020 in Washington, DC. The top government scientists battling the coronavirus estimated on Tuesday that the virus could kill between 100,000 and 240,000 Americans. Trump warned that there will be a Very, very painful two weeks ahead as the nation continues to grapple with the outbreak of the COVID-19 virus.   Win McNamee/Getty Images/AFP
Donald Trump Comot Jurnal Kedokteran Soal Corona, Tapi Bohong... (Foto: Win McNamee/Getty Images/AFP)
Jakarta -

Presiden AS Donald Trump mengutip jurnal kedokteran untuk menuding China soal COVID-19. Tapi ternyata tidak sesuai fakta dan ilmuwan pun kesal.

Jadi ceritanya begini, Presiden AS Donald Trump pada Selasa lalu menyurati Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus soal ancaman untuk menyetop dana. Masih ingat kan?



Dalam argumennya, Trump bilang WHO mengabaikan laporan penyebaran virus Corona di Wuhan awal Desember 2019 dengan mengaku mengutip jurnal kedokteran The Lancet. Argumen Trump itu ternyata bohong.

Diberitakan South China Morning Post saat dilihat Kamis (21/5/2020) Pemred The Lancet, Richard Horton geram bukan main. Menurut dia, tidak pernah The Lancet menulis semacam itu.

"The Lancet tidak menerbitkan laporan apapun pada awal Desember 2019 tentang virus menyebar di Wuhan. Laporan pertama yang kami terbitkan adalah dari para ilmuwan China pada 24 Januari 2020," kata Horton kesal.


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




Lebih jauh lagi The Lancet sebagai sebuah jurnal ilmiah yang diakui para ilmuwan, mengeluarkan pernyataan resmi yang menantang sesumbar Trump. Mereka menunjukkan bukti 2 laporan ilmuwan tertanggal 24 Januari 2020.





"Tuduhan terhadap WHO dalam surat Presiden Trump adalah serius dan merusak upaya menguatkan kerja sama internasional untuk mengendalikan pandemi," tegas The Lancet.




(fay/rns)