Mengenal Perusahaan Israel yang Bobol WhatsApp
Hide Ads

Mengenal Perusahaan Israel yang Bobol WhatsApp

Fino Yurio Kristo - detikInet
Rabu, 30 Okt 2019 11:54 WIB
Mengenal Perusahaan Israel yang Bobol WhatsApp
Foto: detikINET/Irna Prihandini
Jakarta - Teknologi yang dikembangkan oleh NSO Group, perusahaan asal Israel, dimanfaatkan untuk membobol WhatsApp. NSO yang baru saja digugat oleh Facebook itu memang dikenal sukses besar dalam bisnis software mata-mata.

Spyware yang dibicarakan di sini kabarnya menginfeksi lewat fitur telepon WhatsApp pada versi Android maupun di iOS. Hebatnya, meski menginfeksi lewat jalur fitur telepon WhatsApp, spyware tetap bisa menyusup meski telepon yang masuk itu tak dijawab korban.

Bahkan dalam sejumlah kasus, panggilan telepon yang tak terjawab itu bisa hilang dari log sehingga pengguna WhatsApp tidak pernah menyadari adanya telepon tersebut. Spyware itu dapat mengakses beragam informasi pribadi pengguna, dari pesan teks sampai data lokasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


NSO Group berdiri tahun 2010. Mereka terkenal karena membuat salah satu spyware paling canggih di dunia yang dinamakan Pegasus. Software inilah yang disebut Facebook dipakai untuk menjebol WhatsApp.

Eksistensi Pegasus diketahui pada Agustus 2016 saat kabarnya ia digunakan untuk memata-matai aktivis di Uni Emirat Arab. Pegasus juga dikaitkan dengan kematian reporter Washington Post, Jamal Khashoggi dan untuk melacak gembong narkoba Meksiko, Joaquin Guzman.

Dikutip detikINET dari Guardian, Pegasus terdeteksi digunakan di 45 negara termasuk Arab Saudi, Meksiko,Bahrain, Kazhakstan dan Uni Emirat Arab. NSO mengatakan mereka juga mendapat kontrak di 21 negara Uni Eropa.

Berkantor pusat di Gerzlia, Israel, NSO Group didirikan oleh Imri Lavie dan Shalev Hulio yang juga pemegang saham. Hulio pernah bekerja di militer dan Lavie dulunya pegawai pemerintah Israel.

(ke halaman selanjutnya)

Mengenal Perusahaan Israel yang Bikin WhatsApp Kalang Kabut

Foto: Getty Images
NSO pun sering dikait-kaitkan dengan pemerintah Israel. Sedikitnya tiga dari karyawannya bekerja di Unit 8200, lembaga keamanan pemerintah Israel semacam National Security Agency di Amerika Serikat. Bahkan ada pula yang bekerja di Mossad.

"Kami menjual Pegasus dalam rangka mencegah kriminal dan teror," sebut Hulio. Ia menyatakan lembaga intelijen mendatangi mereka karena kurang mampu lagi melacak data penting dari smartphone versi baru.

NSO Group sebelumnya sudah menepis keterlibatannya dalam serangan WhatsApp. "Dalam keadaan seperti apapun tak mungkin NSO terlibat dalam operasi ataupun mengidentifikasi target menggunakan teknologinya, yang hanya dioperasikan oleh badan intelijen atau penegak hukum (dari sebuah negara)," tulis NSO Group dalam pernyataannya.

NSO menyebut teknologinya itu dilisensi ke badan pemerintahan, dan hanya digunakan untuk memerangi kejahatan dan terorisme. Badan-badan pemerintahan itulah yang akan memutuskan bagaimana teknologi itu digunakan dan tanpa keterlibatan NSO.

Beberapa pengamat sebenarnya sudah lama khawatir teknologi NSO disalahgunakan. "Teknologi ini digunakan oleh para diktator yang bisa melakukan operasi siber global dengan hanya membelinya," kata Ron Deibert dari Citizen Lab, lembaga pengawas hak asasi manusia di Kanada.

Sudah tentu, teknologi mata-mata secanggih itu tidak murah. Media di Panama pernah melaporkan bahwa pemerintahnya membayar USD 8 juta untuk memakai Pegasus. Pada tahun 2018, pendapatan NSO mencapai USD 250 juta.

Saking powerfulnya teknologi NSO, Kementerian Pertahanan Israel meregulasi penjualannya. Namun tidak diketahui secara persis siapa saja penggunanya dan untuk tujuan apa.

Halaman 2 dari 2
(fyk/fay)