Kata Qualcomm soal Kekhawatiran Data di Sistem Validasi IMEI
Hide Ads

Kata Qualcomm soal Kekhawatiran Data di Sistem Validasi IMEI

Adi Fida Rahman - detikInet
Kamis, 22 Agu 2019 17:00 WIB
Foto: Agus Tri Haryanto/detikINET
Jakarta - Ada kekhawatiran mengenai keamanan data dalam penerapan aturan validasi International Mobile Equipment Identity, atau regulasi IMEI, karena alat pemindainya datang dari Qualcomm yang notabene pihak asing.

Lantas bagaimana tanggapan perusahaan chip asal San Diego, Amerika Serikat ini atas kekhawatiran tersebut? Memanfaatkan momentum acara "Welcoming 5G Roadmap, Benefit & Challenge" di Jakarta, Kamis (22/8/2019), pertanyaan itu pun coba diajukan.

"Tanya saja ke pemerintah, kan masih dibahas aturannya. Hari ini ngomong soal 5G aja," ujar Govermment Affair for South East Asia & Pasific Qualcomm Nies Purwati.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diketahui, validasi IMEI dalam usaha memberantas ponsel BM menggunakan alat pemindai bernama Device Identification, Registration, and Blocking System (DIRBS), atau jika diindonesiakan menjadi Sistem Informasi Basis Data IMEI Nasional (SIBINA). Alat ini merupakan hibah dari Qualcomm untuk pemerintah Indonesia.

Sehubungan dengan itu, pakar telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Joseph Matheus Edward sempat mempertanyakan mengapa ada perusahaan asing yang mau memberikan DIRBS secara cuma-cuma ke Kementerian Perindustrian. Ia merisaukan adanya kemungkinan alat tersebut bisa mengumpulkan informasi big data dari ponsel masyarakat Indonesia.




"Seharusnya pemerintah curiga kenapa tiba-tiba vendor memberikan alat itu gratis. Saya yakin betul vendor yang memberikan DIRBS pasti minta imbalannya. Tidak menutup kemungkinan alat yang dipasang tersebut bisa mencuri big data baik yang ada di pelanggan atau operator," kata Ian pada pekan lalu.

Menurutnya, informasi yang bisa dikumpulkan menggunakan alat ini antara lain adalah jenis chipset, prosesor, nama pengguna, nomor ponsel pengguna. Masih menurut Ian, untuk menjalankan DIRBS ini operator harus membeli alat lagi dari vendor.

Lalu ada juga pendapat dari Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Ahmad Alamsyah Saragih S.E. yang menyebut pemerintah harus mempertimbangkan secara matang regulasi pemblokiran IMEI. Menurutnya, jangan sampai ada pihak yang memanfaatkan big data untuk kepentingan tertentu. Jika pemerintah bersikukuh ingin menjalankan aturan pemblokiran IMEI tersebut, ia turut meminta agar kementerian teknis membuat terlebih dahulu standar pelayanan perlindungan konsumen.

Dengan kata lain, pemerintah harus bisa memastikan keamanan data pribadi pemilik IMEI. Jangan sampai ada pihak-pihak yang "mendulang" big data dari ponsel masyarakat Indonesia. Alamsyah pun menganggap IMEI adalah informasi yang terkait aset pribadi, sehingga tak bisa sembarangan diakses pihak lain. Terlebih lagi ada pihak lain yang menyediakan alat tersebut secara cuma-cuma.




Alamsyah menyebutkan, hanya lembaga yang diberi otoritas oleh Undang-Undang saja yang boleh mengakses IMEI tersebut. Setelah tujuan akses telah terpenuhi, lembaga itu pun harus segera memusnahkan data IMEI tersebut.

"Jangan sampai ada pihak-pihak yang memanfaatkan data pribadi dan IMEI masyarakat Indonesia demi kepentingan tertentu yang dapat memberikan kerugian yang cukup besar. Oleh karena itu Ombudsman menyarankan agar pemerintah fokus pada pembenahan regulasi fundamental, jangan buat regulasi tambal sulam yang tidak menyelesaikan akar permasalahan," ujarnya.

Kekhawatiran mengenai data pribadi itu sendiri tidak lepas hubungannya dengan signifikansi perlindungan data, beserta regulasi yang mengaturnya, dalam kaitan dengan kedaulatan data masyarakat Indonesia yang disampaikan Presiden Joko Widodo dalam pidato kenegaraannya di Gedung DPR, Jumat (16/8). Saat itu Jokowi secara khusus menyoroti tentang pentingnya Regulasi Perlindungan Data.

"Data adalah jenis kekayaan baru bangsa kita, kini data lebih berharga dari minyak. Karena itu kedaulatan data harus diwujudkan hak warga negara atas data pribadi harus dilindungi. Regulasinya harus segera disiapkan tidak boleh ada kompromi," kata Jokowi saat itu.







(afr/krs)