Realme dan Xiaomi, melalui merek Redmi, jadi dua nama yang sepertinya akan menggunakan sensor tersebut. Rencananya, dua vendor tersebut akan memperkenalkan ponsel dengan kamera 64MP itu pada akhir tahun ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, sensor 64MP justru berlebihan. Bagi Kaschke, untuk kebanyakan pengaplikasian, bahkan untuk keperluan profesional, sensor 40MP saja sudah lebih dari cukup pada sebuah smartphone.
"Lebih banyak piksel tidak membuatnya jadi lebih baik. Kenapa? Jika kamu tetap menggunakan sensor full-frame dan membagi sensor tersebut ke piksel yang semakin banyak, piksel tersebut akan semakin kecil, dan kamu akan mendapat masalah noise," tuturnya, sebagaimana detikINET kutip dari Phone Arena, Selasa (30/7/2019).
Bukan cuma itu, Kaschke juga menjelaskan bahwa ada dua hambatan yang akan terus dihadapi vendor terkait dengan kualitas kameranya. Pertama adalah bagaimana menangkap gambar dengan baik di kondisi minim cahaya. Sedangkan yang kedua adalah ketiadaan kemampuan teleskopik.
Hambatan tersebut berasal dari bentuk dari smartphone sendiri yang tidak sebesar kamera profesional. Perangkat ini terpaksa menggunakan sensor yang kecil sehingga tidak dapat menangkap begitu banyak cahaya.
Lebih lanjut, Kashcke juga beranggapan bahwa penambahan lensa di bagian belakang ponsel sejatinya tidak dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas gambar. Pasalnya, menurutnya, optik, smartphone sebagai hardware, dan software harus bekerja sama dengan sempurna untuk menghasilkan gambar yang menawan.
Dari situ, ia menunjuk Google sebagai contoh yang baik dalam menerapkan fotografi berbasis komputasi. Bagi Kashcke, kombinasi antara kamera pada perangkat Pixel dan pemrosesan gambar secara digital oleh Google membuat lini ponsel tersebut sebagai salah satu yang terbaik untuk urusan fotografi.
(mon/krs)