Curhat Warga yang Hidup Setahun Tanpa Medsos dan WhatsApp
Hide Ads

Curhat Warga yang Hidup Setahun Tanpa Medsos dan WhatsApp

Fino Yurio Kristo - detikInet
Kamis, 25 Apr 2019 12:00 WIB
Curhat Warga yang Hidup Setahun Tanpa Medsos dan WhatsApp
Ilustrasi. Foto: Atsushi Tomura/Getty Images
Jakarta - Bagaimana rasanya hidup setahun tanpa media sosial? Soal itu bisa ditanyakan pada warga Chad yang sudah lebih dari 12 bulan pemerintahnya memutus koneksi ke medsos dan layanan messaging tenar.

Memang ada cara untuk menembusnya walau tetap saja bikin repot. Azim Assani misalnya, mengandalkan akses Virtual Private Networks (VPNs) yang mahal untuk menembus sensor dan agar tetap bisa menjalankan bisnis co working space di ibu kota Chad, N'Djamena.

"Benar-benar perlu memakai VPN dan sering juga kami tak sadar memakainya di luar negeri dan ternyata di sana tak perlu menggunakannya," sebut Assani yang dikutip detikINET dari CNN.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pemblokiran dilakukan pemerintah sejak Maret 2018. Kebijakan itu dilakukan setelah konferensi nasional yang merekomendasikan perubahan konstitusi untuk memungkinkan Presiden Chad, Idriss Deby, tetap berkuasa sampai 2033, saat dia sudah berusia 81 tahun.




Layanan populer semacam WhatsAap, Facebook, Twitter, dan Viber tak dapat diakses. "Tahun lalu pada 28 Maret, kami menerima laporan bahwa akses ke WhatsApp sangat sulit atau tidak mungkin di beberapa tempat," kata Julie Owono, Executive Director Internet Without Borders (IWB).

Pemblokiran dinilai efektif untuk membendung gerakan anti-pemerintah. Selain itu untuk mencegah beredarnya video kekerasan antar kelompok karena negara itu rentan konflik sipil sejak kemerdekaan dari Perancis pada tahun 1960.

Sensor di Chat sejatinya hanya mempengaruhi sebagian kecil orang, karena cuma 4,9% dari total populasi terhubung ke dunia maya. Namun demikian dampaknya cukup besar.

Salah satu blogger Chad bernama Deuh'b Emmanuel mengatakan kepada BBC pemblokiran media sosial rasanya seperti di dalam bui. "Tanpa Facebook, tanpa akses ke media sosial, itu seperti berada di penjara tanpa sel," ungkapnya.

Sensor internet adalah hal yang cukup umum di Afrika. Di 2019 ini saja, pemerintah Sudan, Zimbabwe, dan Republik Demokratik Kongo melakukannya dengan beragam alasan.

Halaman Selanjutnya: Dampak Ekonomi Besar

Dampak Ekonomi Besar

Salah satu sudut negara Chad. Foto: Getty Images
Tidak jelas seberapa efektif sensor internet mampu menahan gerakan anti pemerintah. Namun dari sisi ekonomi, pengaruhnya cukup tinggi dari sisi kerugian yang harus dialami.

Menurut laporan Collaboration of International ICT Policy in East and Southern Africa (CIPESA), sensor internet di 10 negara Afrika menimbulkan defisit lebih dari USD 235 juta dari tahun 2015 sampai 2017.

IWB mengestimasi ekonomi Chad mengalami kerugian setidaknya USD 20 juta selama setahun sensor diberlakukan. Selain itu juga ditengarai mempengaruhi perkembangan sumber daya manusia, khususnya di kalangan anak muda.

"Pemerintah Chad perlu mengambil manfaat dari kesempatan yang ditawarkan internet buat perkembangan ekonomi dan khususnya buat anak muda," tandas Muhammad Sani Abdullahi, mantan pejabat Bank Dunia.

Karena sudah setahun, sensor internet di Chad yang awalnya kurang diperhatikan kini makin terdengar dan gencar ditentang. Organisasi Committee to Protect Journalists dan IWB vokal meminta pemerintah Chad segera mencabutnya.

Bahkan ada rencana demonstrasi di kota Paris walaupun gagal karena protes Yellow Vest. Di media sosial, hashtag Maalla_Gatétou yang kurang lebih artinya 'kenapa kau memutusku' diluncurkan belum lama ini.

Tapi sepertinya pendirian pemerintah Chad sukar untuk digoyahkan dan kecil peluang internet dikembalikan seperti sediakala dalam waktu dekat. "Internet sudah seperti monster saja yang kepalanya perlu ditebas. Tapi tidak ada harapan," kata Assani.

Halaman 2 dari 2
(fyk/krs)