BAKTI sendiri telah melakukan pengadaan satelit pemerintah berjenis High Throughput Satellite (HTS). Namun, pemenang tender satelit yang mulai di-branding dengan Satelit Republik Indonesia (Satria) itu baru diketahui pada sekitar bulan April 2019.
Direktur Utama BAKTI Anang Latif mengungkapkan, proses konstruksi satelit tersebut akan dikerjakan mulai tahun 2020 dan di akhir 2022 diharapkan dapat meluncur ke luar angkasa. Diharapkan pada tahun berikutnya layanan akses internet melalui satelit sudah bisa dirasakan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebelum itu, BAKTI lebih dulu menyewa satelit dari lima operator satelit di antaranya PT Aplikasinusa Lintasarta, PT Indo Pratama Teleglobal, Konsorsium Iforte HTS, PT Pasifik Satelit Nusantara, dan PT Telekomunikasi Indonesia. Kelima operator satelit tersebut mampu menyediakan kapasitas 21 Gbps.
Mengenai sewanya, kata Anang, BAKTI akan "nebeng" satelit kelima operator itu sampai lima tahun terhitung tahun 2019-2024. Selama itu, BAKTI mengalokasikan anggaran sebesar Rp 7,5 triliun.
"Kalau ini, target kita bisa melayani 5.000 BTS (Base Transceiver Station) dengan titik internet juga 5.000, jadi 10.000 titik," ungkap Anang di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
![]() |
Anang menyebutkan sewa dari kelima operator satelit turut memperhatikan Service Level Agreement (SLA). Ditambahkannya, penyediaan kapasitas satelit ini juga untuk mengejar target upaya pemerataan akses internet di seluruh Indonesia atau merdeka sinyal pada tahun 2020.
"Jika kita melihat karakteristik wilayah 3T, yakni minimnya akses transportasi dan sumber daya listrik, kami optimis dengan penyediaan kapasitas satelit telekomunikasi ini, Indonesia dapat merdeka sinyal dengan cepat," pungkasnya.
(agt/krs)