Sebelum periode waktu tersebut, planet ini hanya menderita tabrakan asteroid sekali setiap 3 juta tahun. Setelahnya, intensitasnya naik menjadi hampir 1 juta tahun sekali. Angka tersebut diperoleh berdasarkan jumlah tumbukkan yang meninggalkan bekas kawah paling tidak selebar 10 km.
Temuan ini pun menunjukkan bahwa dinosaurus mungkin kurang beruntung karena mulai berevolusi sejak 240 juta tahun lalu, tak lama setelah kemungkinan Bumi tertimpa asteroid meningkat. Benar saja memang, jatuhnya benda angkasa itu jadi salah satu penyebab mereka punah 66 juta tahun lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam laporan yang dipublikasikan di jurnal Science, para peneliti menjelaskan bahwa Bumi dan Bulan diserang asteroid dengan frekuensi yang hampir sama. Bedanya, kawah yang muncul sebagai dampak tumbukkan tersebut cenderung hilang di Bumi akibat erosi dan pergeseran lempeng benua. Sedangkan di Bulan yang secara geologis tidak aktif, kawahnya lebih mudah diselidiki.
Mereka menggunakan gambar dari Lunar Reconnaissace Orbiter milik NASA untuk mempelajari debu dan batuan yang berada di sekitar kawah di Bulan. Dari situ, para ilmuwan bisa memperkirakan kapan kawah itu terbentuk, sebagaimana detikINET kutip dari The Guardian, Sabtu (19/1/2018).
"Ketika ada kawah yang masih baru, maka akan ada banyak batuan besar yang berada di sekitar kawah, tapi seiring waktu berjalan mereka terus dibombardir oleh mikrometeorit kecil dan mengubahnya menjadi regolith Bulan," ujar Sara Mazrouei, ilmuwan dari Toronto, Kanada, sekaligus salah satu penulis laporan penelitian tersebut
Sedangkan di Bumi, para peneliti kesulitan dalam mencari kawah hasil tumbukkan asteroid yang usianya lebih tua dari 650 juta tahun. Ditengarai, hal ini lantaran kawah-kawah tersebut sudah terkikis ketika fenomena Snowball Earth, atau Bumi Bola Salju, berlangsung sekitar 650 juta tahun lalu, yang membuat planet ini diselimuti oleh es. (mon/afr)