Jan Koum dan Brian Acton, duet di balik kelahiran WhatsApp, memang memutuskan keluar dari Facebook dalam waktu hampir bersamaan. Brian menjadi yang paling terang-terangan menuturkan alasannya, yang pada intinya dia merasa kecewa WhatsApp hendak diobok-obok Facebook.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengkhianatan Brian Acton
Foto: Reuters
|
Tak tanggung-tanggung, jumlah 'saweran' yang diberikan berjumlah USD 50 juta atau sekitar Rp 682 miliar. Dana sebesar itu diberikan Acton kepada Signal, sebuah layanan perpesanan yang berbasis enkripsi.
Pendanaan yang dilakukan oleh Brian Acton dikonfirmasi oleh Co-Founder Signal, Moxie Marlinspike, dalam blog resminya. Dengan adanya bantuan dari Acton Marlinspike berharap dapat menumbuhkan tim pengembangan Signal.
Sementara itu di bawah naungan Signal Foundation Acton mengungkap bahwa visi jangka panjangnya adalah untuk menyediakan layanan yang sesuai misi inti yayasan. Di Signal Foundation Moxie Marlinspike menjabat sebagai CEO sementara Brian Acton menduduki executive chairman.
Misi mereka adalah menyediakan komunikasi privat Signal ke sebanyak mungkin orang. "Dengan pendanaan awal USD 50 juta ini, sekarang kami bisa meningkatkan jumlah tim kami, kapasitas kami dan ambisi kami," sebut Moxie.
Tak cuma pindah ke pesaing, di bulan Maret Acton juga nimbrung ketika mencuat kasus data 50 juta pengguna Facebook dimanfaatkan perusahaan bernama Cambridge Analytica, untuk mempengaruhi pemilu Amerika Serikat.
Dalam cuitan di Twitter, Acton terang-terangan mengatakan, ini adalah saat yang tepat untuk 'memboikot' jejaring sosial besutan Mark Zuckerberg itu. "Sudah saatnya," tulisnya singkat, dengan disertai tagar #deletefacebook.
Entah mengapa Acton seakan membenci Facebook sekarang ini. Mungkin ia memang gerah karena jejaring sosial itu kadang abai soal privasi para penggunannya.
Jan Koum Ikut Hengkang dari WhatsApp
Foto: Getty Images
|
Adalah media Washington Post yang menyatakan Koum tidak sepakat dengan berbagai strategi Facebook mengenai WhatsApp. Apalagi Facebook berupaya memanfaatkan data pengguna WhatsApp dan memperlemah enkripsi WhatsApp demi meraup pendapatan, menurut sumber yang dikutip media tersebut.
Kabarnya, Koum sudah mengabari rencana lengsernya ini cukup lama pada para eksekutif senior di Facebook. Selain itu, dia juga sudah jarang muncul di kantor WhatsApp di markas besar Facebook yang berlokasi di Silicon Valley.
Dikutip detikINET dari Washington Post, independensi dan proteksi data user adalah inti dari WhatsApp yang sejak lama ditegaskan Koum serta pendiri WhatsApp lain yang lebih dulu lengser, Brian Acton. Meski pada tahun 2014 WhatsApp dibeli Facebook senilai USD 19 miliar, keduanya menjanjikan WhatsApp takkan berubah.
Tapi namanya bisnis, Facebook tentu ingin WhatsApp untung, sesuai dengan investasi besar yang mereka keluarkan. "Sebagian sukses Facebook adalah keberhasilan memonetisasi akuisisi dan mengintegrasikannya ke mesin iklannya," sebut Daniel Ivers dari biro riset GBH Insights.
Namun Facebook sulit menerapkan ke WhatsApp karena pendirinya enggan WhatsApp disusupi iklan, apalagi dengan memanfaatkan data pengguna. "Tak seorangpun bangun dengan gembira untuk melihat lebih banyak iklan, tak seorangpun tidur dan berpikir iklan apa yang akan mereka lihat besok," tulis mereka di blog WhatsApp.
Mereka sangat ketat pula menjaga privasi user dan hanya mengambil nomor ponsel serta berjanji takkan membagikan data apapun pada Facebook. Namun kemudian, Facebook mengubah kebijakan WhatsApp sehingga perusahaan milik Mark Zuckerberg ini bisa mengakses data pengguna WhatsApp, dari nomor sampai ponsel dan OS apa yang digunakan.
Konflik makin menjadi setelah WhatsApp makin ditekan untuk menghasilkan. Selain itu, keamanan WhatsApp yang dibalut enskripsi ketat diusulkan diperlemah agar pebisnis lebih mudah menggunakannya. Mungkin Koum sudah tak tahan lagi sehingga akhirnya lengser
Brian Acton Blak-blakan Soal Kelakuan Facebook
Foto: Business Insider
|
WhatsApp dibeli Facebook sekitar USD 21 miliar di tahun 2014. Prinsip pendirinya, Brian Acton dan Jan Koum, memang bertolak belakang dari Facebook soal iklan. Brian dan Koum benci dengan iklan sedangkan Facebook membangun kerajaan bisnisnya melalui iklan.
Kedua pendiri itu sangat mementingkan privasi user. Sedang Facebook bahkan telah tersandung skandal penyalahgunaan data user di kasus Cambridge Analytica. Motto Acton di WhatsApp adalah 'No ads, no games, no gimmicks'. Tapi prinsip itu jadi pudar karena bagaimanapun, Facebook tentu ingin menghasilkan uang dari WhatsApp.
Facebook memutuskan akan memonetisasi WhatsApp dengan dua cara. Pertama, memajang targeted ads di fitur status, yang bikin Acton kecewa. "Metode periklanan seperti inilah yang membuatku tidak senang," tandas Acton.
Kemudian kedua, Facebook ingin menjual tool untuk pebisnis yang memungkinkan mereka berhubungan dengan pengguna WhatsApp tertentu. Tapi ada halangan karena WhatsApp dilindungi penyandian ketat.
Facebook memang tak berencana membongkar enkripsi tersebut, tapi mencari kemungkinan apakah bisa melakukan analisis user di 'lingkungan' yang sudah tersandi.
Soal monetisasi ini, Acton mengusulkan user WhatsApp membayar jika sudah menghabiskan jatah mengirim pesan gratis dalam jumlah tertentu. "Dengan ini, tidak perlu kekuatan penjualan yang besar. Ini adalah bisnis sederhana," kata dia.
Tapi usulan Acton ditolak oleh Chief Operating Officer Facebook, Sheryl Sandberg dengan alasan metode itu tidak akan menghasilkan banyak uang. Pertentangan itulah yang menjadi salah satu alasan Acton akhirnya memutuskan mundur dari Facebook.
Petinggi Facebook Murka
Foto: unsplash
|
"Alasannya adalah Mark (Zuckerberg) melindungi para founder secara pribadi dari permintaan mereka yang bisa saja membuat perusahaan besar lainnya frustrasi," tulisnya dalam laman Facebook pribadinya.
Salah satunya adalah ketika WhatsApp meminta desain kantor yang sangat berbeda ketika bergabung dengan Facebook. Kata Marcus, mereka meminta meja yang lebih besar, kebijakan untuk tidak berbicara keras di dalam ruangan, dan ruang konferensi yang tidak memperbolehkan karyawan Facebook masuk ke dalamnya.
Hal ini pun sempat membuat para pegawai Facebook jengkel. Walau begitu, Zuckerberg tetap mendukung permintaannya itu.
Selain itu, soal enkripsi di dalam WhatsApp, Marcus mengatakan bahwa Zuck juga peran besar di dalamnya, Dia menjadi sosok yang mendukung end-to-end encryption di platform tersebut dan memastikan jika aplikasi berbagi pesan instan ini memang mendukung privasi penggunanya.
Kemudian, ia juga mengungkapkan bahwa salah satu pria terkaya di dunia ini telah melindungi model bisnis WhatsApp dalam jangka waktu yang lama. Terakhir, Marcus menyebut jika Acton adalah kelas rendahan.
"Saya melihat orang yang menyerang perusahaan dan orang di dalamnya yang membuatnya menjadi seorang miliarder adalah orang yang berkelas rendah. Ini benar-benar standar baru untuk orang kelas rendahan," tulisnya.
Dalam unggahannya itu, ia mengaku bahwa ini merupakan pandangan pribadinya, Marcus juga menyebut tidak ada satu pun orang Facebook yang menyuruhnya untuk menulis dan mengunggah tulisannya itu di laman Facebook pribadinya.
WhatsApp Dipastikan Disusupi Iklan
Foto: GettyImages
|
"Kami akan menayangkan iklan di Status. Ini akan menjadi model utama monetisasi untuk perusahaan dan juga kesempatan bagi para pebisnis untuk menjangkau orang-orang melalui WhatsApp," kata Chris yang dikutip detikINET dari The Next Web.
Tapi ia belum menjelaskan kapan mengimplementasikan rencana tersebut. Masuknya iklan di WhatsApp tentu akan menimbulkan pro dan kontra, tapi hal ini tidaklah mengagetkan.
Kepergian para pendiri WhatsApp memang dikhawatirkan membuat layanan messaging terbesar di dunia ini tidak lagi punya penjaga. Dalam arti, iklan diprediksi bakal makin banyak lalu lalang.
Baca juga: 11 Aplikasi Alternatif WhatsApp, Mau Jajal? |
"Kami sudah diberitahu oleh beberapa pihak bahwa jika Jan pergi, itulah saatnya iklan akan muncul," sebut analisis dari Barclays yang dikutip detikINET dari CNBC.
Menurut Barclays, ada tensi dari pendiri WhatsApp dan Facebook soal bagaimana menghasilkan uang dari platform tersebut. Kini setelah Koum pergi, Facebook mungkin akan langsung memanfaatkannya untuk meraup uang dari WhatsApp, salah satunya dengan iklan yang agresif.
Meski model bisnisnya belum jelas, jumlah pengguna WhatsApp yang saat ini sudah tembus 1,5 miliar jelas sasaran iklan empuk yang agaknya takkan dilewatkan oleh Facebook.