Namun demikian, bukan berarti bahwa mudahnya konsumen berhubungan dengan brand ini terhenti di interaksi lewat web atau aplikasi milik brand tersebut. Menurut Asia Head of Trends & Insights TrendWatching Acacia Leroy, brand harus dapat memanfaatkan teknologi dan kanal lain untuk berhubungan dengan pelanggannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jika kalian bisa berinteraksi dengan smartphone di mana saja dan smartphone kalian menjadi lebih pintar, orang-orang akan berharap untuk menggunakan smartphone atau teknologi yang tersedia di mana saja untuk berinteraksi dengan brand dengan cara yang kreatif," sambungnya.
Acacia pun mengambil contoh penggunaan Augmented Reality (AR) di beberapa aplikasi dan platform. Seperti penggunaan AR di aplikasi mobile IKEA Places yang memungkin pengguna untuk memvisualisasikan bagaimana furnitur tersebut terlihat di rumahnya.
![]() |
Atau, penggunaan cermin yang ditenagai AR oleh pusat perbelanjaan In Time di China. Cermin ini ditempatkan di toilet dalam mall tersebut dan memungkinkan pengguna untuk melihat-lihat, mencoba, dan membeli produk kecantikan sembari menunggu di toilet.
Selain itu, Acacia juga menekankan bahwa brand juga harus bisa berinteraksi dengan konsumen lewat suara. Ia mencontohkan kehadiran beberapa layanan milik vendor di Singapura yang telah terintegrasi ke speaker pintar seperti Google Home. Lewat perintah suara, pengguna pun bisa pesan tiket pesawat, atau mencari tahu jadwal kedatangan bus lewat aplikasi.
"Jadi semuanya tentang kanal non-konvensional yang dapat kalian gunakan untuk menanamkan brand experience untuk memberikan konsumen pengalaman menyenangkan yang mungkin tidak mereka kira," pungkasnya.
(rns/krs)