Program pengembangan drone yang disebut "Dove" ini dipimpin oleh profesor dari Universitas Nortwestern Polytechnical, Song Bifeng. Song sendiri sudah mendapatkan penghargaan dari People's Liberation Army - pasukan militer China - atas hasil kerjanya itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami percaya teknologi ini memiliki potensi yang bagus untuk penggunaan berskala besar di masa depan. Teknologi ini memiliki keunggulan unik yang memenuhi kebutuhan untuk drone di sektor militer dan sipil," lanjut Yang.
![]() |
Drone ini tidak hanya memiliki wujud yang mirip burung, tapi juga mampu meniru pergerakan sayap burung ketika terbang di udara. Saking miripnya, kadang burung ikut terbang berdampingan dengan drone ini. Drone ini juga mengeluarkan suara yang sangat minimal, sehingga sulit dideteksi dari darat.
Drone ini memiliki bobot 200 gram dengan lebar sayap mencapai 50 sentimeter. Drone ini dapat mencapai kecepatan 40 kilometer per jam saat terbang dan mampu terbang selama 30 menit.
Baca juga: China Larang Video Bersuara Sensual |
Drone ini juga dilengkapi beberapa fitur seperti kamera high-definition, antena GPS, sistem kontrol penerbangan dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan satelit.
China bukan negara yang pertama dalam mengembangkan drone seperti ini. Pada tahun 2013, US Army membeli lebih dari 30 drone berbentuk burung elang dari perusahaan Prioria Robotics. Namun kemiripan drone ini dengan burung elang hanya di tampilan luarnya saja. Sebab drone ini ditenagai oleh turbofan dan sayapnya tidak bergerak.
Simak video China Pecahkan Rekor Dunia Atraksi Drone (afr/afr)