Pelecehan seksual di dunia pendidikan ibarat gunung es. Inovasi datang untuk menangkal pelecehan seksual melalui aplikasi.
Banyak korban pelecehan, hanya bisa menutup rapat-rapat perilaku amoral yang menimpanya karena alasan takut akan ancaman pelaku, atau malu bercerita. Melihat fenomena itu, tim Program Kreativitas Mahasiswa - Penelitian Sosial Humaniora (PMK-PSH) Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengembangkan aplikasi Civics REXA (Oppressor Vexations).
Di dalam aplikasi tersebut, terdapat panduan dan perangkulan kepada korban pelecehan dengan beragam konten edukasi pendidikan dan layanan aduan. Ketua Tim PKM-PSH UPI Faujiah mengatakan, seiring dengan perkembangan zaman, pelecehan seksual telah menjelma ke dalam berbagai bentuk.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Apalagi kalau kita lihat kondisi tahun ini dan tahun lalu, bahwasanya pelecehan seksual banyak sekali terjadi hampir di setiap daerah. Dan tidak hanya di rumah, tetapi juga ancaman pelecehan seksual juga bisa terjadi di sekolah. Kami melihat seharusnya lembaga pendidikan itu seharusnya menjadi tempat yang aman, bukan menjadi tempat yang bisa merusak psikologis dan fisik dari anak tersebut," ujar Faujiah kepada detikcom dalam telekonferensi, Rabu (23/9/2020).
Faujiah mengatakan, pendampingan akan dilakukan kepada anak yang mengalami pelecehan seksual yang mengadu lewat aplikasi tersebut. Identitas dari korban pun akan dirahasiakan, sehingga mereka bisa bercerita dengan leluasa.
"Dalam aplikasi ada perangkulan dengan konten edukasi pendidikan, kemudian ada layanan aduan. Ini berawal dari keprihatinan kami melihat masalah pelecehan seksual yang meningkat, namun siswa tersebut tidak bisa bercerita atau mengadu, mereka lebih banyak tertekan. Oleh karena itu, identitas dari pelapor ini dirahasiakan dalam aduan, kita juga lakukan pendampingan," katanya.
Rancangan Civics REXA ini merupakan aplikasi yang dikembangkan Faujiah bersama, Andreian Yusup dan Gabriella, sebagai tindak lanjut PKM yang diselenggarakan Kemendikbud RI dalam bidang PSH. Pengembangan aplikasi yang nanti bisa diunduh via Google Store ini lolos pendanaan dalam kategori PKM-PSH.
"Targetnya memang milenial, mungkin akan memakan waktu yang cukup lama untuk menyelesaikan aplikasi tersebut. Kita targetkan, aplikasi ini bisa rampung di akhir atau awal tahun ini, kita usahakan di Android," katanya.
Secara rinci Andreian mengatakan, dalam aplikasi tersebut nantinya korban bisa melaporkan siapa pelaku dan statusnya di sekolah. Kemudian, terdapat juga layanan Sex Education yang berisi data mengenai data pelecehan seksual dan informasi mengenai pendidikan seks.
Layanan Konseling juga menjadi fitur aplikasi ini, yang berisi mengenai bahaya pelecehan seksual dan cara menangani korban pelecehan seksual dan langkah yang harus dilakukan. Pengguna aplikasi juga bisa memanfaatkan fitur Simulasi Moral, yang berisi soal tes kepribadian dan hasil skornya, berikut Games mengenai nilai-nilai moral.
Pembimbing Tim PKM-PSH UPI Leni Anggraeni mengatakan, pendampingan kepada korban pelecehan seksual dilakukan dengan melibatkan banyak pihak, termasuk dengan bagian pemberdayaan dan perlindungan anak LPPM UPI. Selain itu, UPI juga bekerjasama dengan sejumlah sekolah untuk bermitra dalam melakukan pengawasan dan pendampingan.
"Memang sangat rumit, kalau dirasa perlu kita juga akan libatkan Komnas Perlindungan Anak dan Perempuan, karena UPI juga sudah ada jejaringnya. Ke depannya mungkin juga akan libatkan komunitas dan relawan-relawan yang memang peduli terhadap anak-anak, karena memang jumlah sekolahnya banyak," katanya.
(ern/fay)