Apa itu Truecaller? Aplikasi ini sejatinya adalah program yang bekerja secara crowdsourcing untuk mengidentifikasi nomor telepon seseorang. Tujuannya, mendeteksi spammer atau telemarketer yang kerap berganti nomor baru setiap kali dideteksi dan diblokir oleh pengguna telepon.
Crowdsourcing di sini artinya aplikasi tersebut bekerja dengan mengumpulkan nomor telepon yang mendownloadnya. Salah satu persyaratan yang diminta ketika pertama kali mendownload aplikasi ini memang adalah memberikan izin pada aplikasi untuk merekam nomor telepon yang ada di ponsel.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain itu, aplikasi Truecaller juga mengumpulkan dan melabeli nomor telepon yang dilaporkan oleh pengguna ke aplikasi.
"Aplikasi ini cukup efektif dalam keadaan 'normal'. Asumsinya kalau tidak ada pihak yang ingin mengubah identitas suatu nomor, maka aplikasinya akan efektif," kata peneliti privasi dan keamanan cyber Alfons Tanujaya , dihubungi detikINET, Selasa (1/10/2019).
Namun dikatakan Alfons, namanya crowdsourcing, jika crowd-nya tidak terlalu banyak atau ada pihak yang memiliki kemampuan atau sumber daya lebih tinggi, mereka bisa memanipulasi informasi tersebut.
"Jadi ini ngadu banyak orang yang menamai satu nomor. Misalnya ada 1 nomor baru, 100 pengguna Truecaller menamai sebagai Batman dan 200 orang menamai sebagai Gundala. Maka nomor tersebut akan dilabeli dengan nama Gundala," Alfons memberikan gambaran.
Dalam kasus grup WhatsApp anak STM, Alfons melihat adanya probabilitas rekayasa yang cukup tinggi. Namun dia mengingatkan bahwa ini adalah pengamatannya sebagai praktisi di dunia keamanan cyber, bukan sebuah kesimpulan apalagi bermaksud menggiring opini.
"Dari sisi probabilitas, mungkin ini nomor (anggota) polisi, tapi bisa juga nomor yang direkayasa di Truecaller sebagai nomor milik polisi," kata Alfons.
Skenario rekayasa menurutnya bisa dilakukan dengan mengkoordinir untuk memunculkan nama tertentu yang akan tampil di Truecaller, yakni bisa dengan membeli nomor baru untuk dilabeli.
"Kira-kira begini, beli saja nomor baru (prepaid). Mau itu nomor dari Amerika sekalipun, bisa saja. Aktifkan nomor tersebut dan koordinasikan 50-100 orang untuk install Truecaller dan menamai nomor tersebut seperti yang kita inginkan. Lalu nomor tersebut dimasukkan ke dalam group WhatsApp. Kira-kira seperti itu," ujarnya.
Menurutnya, merekayasa nama di Truecaller sangat mudah untuk sekelompok orang. Ini sama seperti kemampuan mengerahkan sekelompok orang untuk membuat trending topic di Twitter misalnya.
"Untuk orang Indonesia ini kerjaan enteng. Trending topic Twitter saja bisa dikuasai, apalagi cuma mengubah label Truecaller. Ini cuma ngadu banyak-banyakan orang saja," ujarnya.
Untuk memastikannya, perlu dilihat log perubahan nama nomor tersebut di Truecaller. Namun itu pun jika pihak Truecaller bersedia memperlihatkan riwayat penamaan.
"Kalau nomor baru, hampir pasti nomor tersebut direkayasa. Jika nomornya sudah sangat lama, kemungkinan benar nomor dan penamaannya sesuai dengan database Truecaller," jelasnya.
Sebelumnya diberitakan, di medsos viral screenshot diduga grup WA siswa STM terkait aksi demo. Saat ini ramai dibahas netizen, diduga grup WA itu sengaja dibentuk oknum polisi untuk mendiskreditkan anak STM.
Dilihat detikINET, setidaknya ada 4 tangkapan layar sebuah grup siswa STM yang tersebar. Di situ ada percakapan sejumlah orang terkait aksi demo ricuh. Nomor-nomor ponsel yang terlibat percakapan di grup itu ikut terpampang.
Yang membuatnya semakin ramai, sejumlah netizen menduga tangkapan layar grup WA yang tersebar itu diduga sengaja dibuat untuk memojokkan siswa STM yang ikut aksi.
Sejumlah netizen menggunakan aplikasi tambahan, salah satunya Truecaller, memperlihatkan bahwa nomor ponsel yang ada di grup itu diduga anggota Polri.
Sementara itu, dikonfirmasi ke Polri, Karo Penmas Divisi Humas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo menyebut apa yang ada di media sosial sebagian besar anonim. Polisi masih akan mendalami informasi tersebut.
"Belum bisa dipastikan. Kalau itu anggota polisi pun itu belum bisa dipastikan, betul itu anggota polisi atau tidak. Dan narasinya saya belum baca. Ada unsur pidananya nggak, nanti jajaran multimedia akan membuat literasi digital kepada masyarakat agar masyarakat bisa cerdas dalam menggunakan media sosial," ujarnya.
Halaman
1
Tampilkan Semua
(rns/fay)