Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid menegaskan bahwa tantangan terbesar ekosistem digital Indonesia bukan lagi semata soal pembangunan infrastruktur teknologi, melainkan keselamatan manusia yang menggunakannya.
Dengan lebih dari 220 juta pengguna internet, Meutya menyoroti bahwa sekitar 60% di antaranya adalah anak muda, menjadikan kelompok ini sebagai pihak paling rentan terhadap risiko di dunia digital.
"Kalau kita menjaga 60% ini dengan baik, maka Insya Allah keseluruhan ekosistem digitalnya akan baik," ujar Meutya saat acara penandatanganan kerja sama literasi digital bersama 35 organisasi dan asosiasi masyarakat, di Jakarta, Jumat (21/11/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komdigi mencatat telah menurunkan lebih dari 3 juta konten negatif dalam setahun terakhir, termasuk konten pornografi, eksploitasi seksual, kekerasan, penipuan, hoaks, hingga judi online. Namun Meutya mengakui bahwa ritme produksi konten negatif jauh lebih cepat daripada kapasitas penindakan pemerintah.
"Pendekatan teknologi penting, tetapi tidak akan cukup. Fondasi utama melawan konten negatif adalah edukasi digital yang dilakukan secara masif," tegasnya.
Komdigi menilai bahwa upaya menjaga keselamatan ruang digital harus dimulai dari pemahaman dan literasi pengguna, terutama generasi muda yang menggunakan internet sejak usia dini dan kerap tanpa pendampingan.
Banyak Manfaat, Banyak Jebakan
Meutya menggambarkan dunia digital sebagai ruang yang penuh peluang sekaligus jebakan.
"Anak-anak kita itu bukan berjalan, mereka berlari di ruang yang indah tapi penuh ranjau," ujarnya.
Menkomdigi Meutya Hafid Foto: Adi Fida Rahman/detikINET |
Tanpa pendampingan orang tua atau orang dewasa, anak-anak dapat terpapar risiko seperti eksploitasi seksual online, kekerasan digital, perundungan, grooming, hingga manipulasi dan penipuan.
Meutya menekankan bahwa banyak kasus kejahatan digital berawal dari aplikasi atau game yang tampak "tidak berbahaya". Tanpa pengawasan, anak bisa berpindah dari konten positif ke zona berbahaya hanya dengan satu sentuhan jari.
Menkomdigi menilai bahwa Indonesia sedang berpacu dengan waktu. Anak muda menghabiskan waktu berjam-jam per hari di media sosial, sementara orang tua sering kali tidak memiliki kapasitas pendampingan digital yang memadai.
Jika dibiarkan, Indonesia berisiko menghadapi hilangnya kepercayaan publik terhadap platform digital dan meningkatnya kasus penipuan dan kekerasan daring. Selain itu merosotnya minat generasi muda pada organisasi dan komunitas yang membutuhkan proses panjang, serta kerentanan mental akibat paparan konten tidak layak usia.
"Kalau kita membiarkan anak-anak terkoneksi tanpa pendampingan, itu sama saja membiarkan mereka berlari sendiri," kata Meutya.
Lebih lanjut ditekankan bahwa perlindungan anak di ruang digital adalah investasi jangka panjang.
"Siapa yang akan melindungi mereka kalau bukan kita mulai dari sekarang? Generasi ini berlari cepat menuju masa depan, tapi tugas kita memastikan mereka tidak tersandung ranjau di jalannya," ujarnya.
(afr/rns)












































