Transfer data pribadi masyarakat Indonesia menjadi salah satu kesepakatan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia. Menurut pakar siber, kesepakatan tersebut membuat Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) tidak berguna.
Sebagai informasi, UU PDP disahkan pada 2022 lalu dengan tujuan melindungi hak-hak individu atas data pribadi, mencegah penyalahgunaan data, menjamin keamanan data, dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap pengelolaan data. UU tersebut berlaku untuk semua sektor, baik pemerintah, swasta, maupun organisasi yang mengelola data pribadi agar menjaga data tersebut.
Ironinya, data pribadi masyarakat Indonesia nantinya bisa ditransfer ke AS. Menurut Presiden AS Donald Trump aturan yang berlaku terkait data pribadi dinilai sebagai hambatan perdagangan digital.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami semua pejuang, pegiat, pemerhati, praktisi dan pelaku industri sangat prihatin atas dimasukkannya komponen data pribadi ini dalam negosiasi bilateral dengan pihak AS yang mana Data Pribadi adalah komponen kunci dalam Keamanan dan Ketahanan Siber Nasional dan Keamanan Nasional kita yang kita semua comitted untuk saling jaga," ujar Chairman Indonesia Cyber Security Forum (ICSF) Ardi Sutedja kepada detikINET, Rabu (23/7/2025).
Berdasarkan kesepakatan AS-RI ini, kata Ardi, yang kemungkinan besar disepakati tanpa konsultasi dengan pihak-pihak yang kompeten dan memiliki jam terbang yang jelas dari industri maupun pemerintah yang sudah bahu membahu sekian puluh tahun memperjuangkan disahkannya UU PDP.
"Kami pun sangat heran hal ini bisa terjadi ketika kita sudah memiliki UU Pelindungan Data Pribadi dan UU Perlindungan Konsumen. Lantas apa gunanya UU yang sudah ada bilamana diabaikan?" ucapnya menambahkan.
Menurut Ardi, AS juga rentan kana serangan siber karena merupakan negara yang menjadi target utama peretasan dari segala penjuru dunia. Dengan data pribadi masyarakat Indonesia bisa ditransfer ke AS dinilai sebagai langkah bila mereka menjamin bisa melindungi data pribadi sedangkan hampir tiap hari terjadi peretasan yang mana AS juga kewalahan.
"Ibaratnya UU sudah ada tapi mandul dilaksanakan karena sudah terjadi pemindahan data antar negara yang tidak mengindahkan UU yang sudah ada," pungkasnya.
Sebelumnya, Gedung Putih mengumumkan joint statement kesepakatan dagang antara Amerika Serikat dan Indonesia. Terkait industri digital, ada soal transfer data pribadi.
"Presiden Amerika Serikat Donald Trump mengumumkan kesepakatan perdagangan penting dengan Indonesia, yang akan memberikan akses pasar bagi warga Amerika di Indonesia yang sebelumnya dianggap mustahil, dan membuka terobosan besar bagi sektor manufaktur, pertanian, dan digital Amerika," demikian pernyataan Gedung Putih di situs resminya yang dilansir, Rabu (23/7/2025).
Berdasarkan kesepakatan ini, Indonesia akan membayar tarif resiprokal sebesar 19% kepada Amerika Serikat. Dalam Joint Statement ini ada 12 poin yang mencakup sejumlah bidang perdagangan dan industri mencakup otomotif, kesehatan, pertanian, perburuhan, energi, pertambangan dan juga industri digital.
Terkait dengan industri digital, ada point khusus soal Menghapus Hambatan Perdagangan Digital. Di dalamnya mencakup tentang poin bahwa data pribadi dari Indonesia bisa ditransfer ke AS.
"Indonesia akan memberikan kepastian terkait kemampuan untuk memindahkan data pribadi dari wilayahnya ke Amerika Serikat melalui pengakuan Amerika Serikat sebagai negara atau yurisdiksi yang menyediakan perlindungan data yang memadai berdasarkan hukum Indonesia," ujar Gedung Putih.
"Perusahaan-perusahaan Amerika telah mengupayakan reformasi ini selama bertahun-tahun," imbuh Gedung Putih.
Simak Video "Video: Warga AS Diimbau Hindari Bepergian ke RI, Khususnya Dua Wilayah Ini"
[Gambas:Video 20detik]
(agt/fay)