Kemajuan teknologi memiliki dua wajah. Salah satunya mempermudah kehidupan manusia, namun di sisi lain juga bisa menjadi bumerang. Demikian pula halnya jika kita membicarakan AI. Karenanya, penting untuk memperhatikan keamanan dan keselamatan soal penggunaan AI.
Hal ini dibahas dalam diskusi TechTalk 'AI Ethics' di Gedung B.J. Habibie, Kamis (23/11). Di acara ini hadir Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Kominfo Hary Budiarto, President Director IBM Indonesia Roy Kosasih, Direktur & Chief Enterprise Business and Corporate Affair Officers XL Axiata Yessie D. Yosetya, dan Director Government Affairs Microsoft Indonesia & Brunei Darussalam Ajar Edi.
"Pemerintah Indonesia sudah menaruh perhatian terhadap teknologi AI termasuk pengembangan ke depan dan panduan untuk mencegah kerugian yang ditimbulkan. Hal tersebut tertuang dalam Strategi Nasional Kecerdasan Artifisial Indonesia yang rencananya akan dijadikan Peraturan Presiden (Perpres) dan saat ini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional Prioritas (Prolegnas)," sebut Kepala BRIN Laksana Tri Handoko.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, ada beberapa tantangan dalam mewujudkan etika AI di era digital. Bukan soal infrastruktur, melainkan kepercayaan manusia atau masyarakat dan talentanya. Dia memandang teknologi AI hanyalah alat, tapi berbasis data. AI sama seperti otak manusia, mengingat kecerdasan itu berbasis data atau informasi yang terakumulasi. Apabila tidak ada data, maka AI tidak akan berkembang.
![]() |
"Setelah data tersedia, permasalahan selanjutnya adalah etika, bagaimana cara kita menjamin data yang digunakan tidak merugikan orang lain. Contohnya, pencuri bisa mencuri motor karena dia bisa punya informasi cara membobol kunci sepeda motor," jelas Handoko.
Menurutnya, teknologi AI bisa membantu melakukan data mining untuk mempermudah mendapatkan informasi penting, tapi di satu sisi tetap bisa merugikan.
Dia juga menyinggung persoalan AI mengumpulkan dan memanfaatkan data tanpa izin pemilik data. Handoko menceritakan protes dari asosiasi kedokteran yang menyoal kemampuan teknologi AI untuk memberikan diagnosis awal penyakit sebuah pasien. Kedokteran tidak mempermasalahkan AI, melainkan cara teknologi mengumpulkan data dari jurnal kesehatan tanpa izin, mengingat jurnal ini tidak diperuntukan untuk pengumpulan informasi AI.
Masa Depan Ekonomi Digital
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Kementerian Kominfo Hary Budiarto menuturkan bahwa kementerian tempatnya bernaung sudah merancang peta jalan pertumbuhan Indonesia di era digital.
"Peta jalan ini menjawab isu dan tangan yang muncul mulai dari kesenjangan digital, disrupsi teknologi, isu data dan keamanan siber, isu kedaulatan digital, etika ruang digital, serta potensi ekonomi yang dihadirkan," tutur Hary.
Menurut data Bappenas, diprediksi pada tahun 2045, teknologi mampu mendorong pertumbuhan ekonomi 5,7% hingga 7,1%. Pada data Bappenas di tahun 2022 juga diproyeksikan bahwa ekonomi digital akan memberikan kontribusi 20,70 persen terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB) di tahun 2045.
![]() |
"Regulasi atau kebijakan menjadi hal selanjutnya, tanpa kebijakan akan menimbulkan ke-semrawutan. Kalau infrastruktur bagus, pemerintah dan masyarakat juga sudah bagus mengenai teknologi ini, tapi kalau tidak ada transaksi ekonomi atau pemanfaatan optimal di dalamnya ya mubazir," jelas Hary.
Hary mengaku roadmap yang dirancang sudah sangat komplit mulai dari pembangunan infrastruktur digital hingga penciptaan pemerintahan digital, ekonomi digital dan pengembangan masyarakat sebagai bagian dari implementasi dan pemanfaatan.
Ia menambahkan, menyediakan sumber daya manusia yang menguasai teknologi termasuk AI serta mampu memanfaatkannya dengan optimal juga sama pentingnya dalam menciptakan etika teknologi AI.
Hary mengakui pekerjaan rumah untuk menyediakan talenta digital berkualitas dan bersaing kelas dunia sangat banyak. Kelengkapan program yang dimiliki Kemenkominfo menunjukan bahwa langkah yang diambil saat ini sudah benar dan sejalan.
"Kami punya target di tahun 2023 sebanyak 100 ribu talenta digital yang menguasai AI bukan coding tapi memahami teknologi tersebut, cara kerja, tata kelola dan lainnya," kata Hary.
Penerapan AI
Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang telekomunikasi, XL Axiata juga tidak asing dari teknologi yang saat ini tengah ramai diperbincangkan masyarakat yaitu AI.
"XL memulai perjalanan AI di tahun 2020. Yang mendorong untuk mulai AI dan Machine Learning ini, ada dua hal. Yang pertama dari sisi produktivitas dan yang kedua dari kacamata customer experience," ujar Direktur & Chief Enterprise Business and Corporate Affairs Officer XL Axiata Yessie D. Yosetya.
Ia meyakini bahwa kemajuan teknologi seharusnya membantu pihaknya untuk meningkatkan produktivitas dan menghadirkan pengalaman hingga perjalanan penggunaan jauh lebih baik.
![]() |
AI juga membantu pihaknya untuk menindaklanjuti dialog secara lebih detail. Tugasnya membantu mengevaluasi permasalahan dari keluhan yang disampaikan pengguna, misalnya soal aplikasi.
Berkat AI, XL Axiata mengklaim berhasil memangkas biaya dan mengalami peningkatan trafik secara signifikan, sebesar 70%. Mengimplementasikan strategi peralihan digital yang tepat dengan memanfaatkan teknologi AI merupakan kunci kesuksesannya dalam mengelola bahkan mengurangi biaya.
President Director IBM Indonesia Roy Kosasih menyebut teknologi AI kini telah menjadi tren yang tidak hanya merupakan keinginan, tapi kebutuhan dan kepastian bahwa setiap perusahaan atau organisasi dunia, termasuk Indonesia, harus menggunakannya.
![]() |
"Kami yakin AI tidak hanya membantu pertumbuhan ekonomi dan GDP suatu negara, tapi juga kemampuan individu dari banyak pelaku bisnis untuk berkompetisi. Maka kualitas atau kemampuan SDM dalam memanfaatkan AI menjadi sangat penting," ujarnya.
Soal kepopuleran Generative AI, IBM menyebut teknologi ini dapat membawa sejumlah manfaat untuk perusahaan, termasuk meningkatkan otomasi pada lini produksi di perusahaan. AI Generatif akan memiliki potensi besar untuk bisa menciptakan kemampuan baru, meningkatkan produktivitas serta banyak efisiensi, yang turut mendapatkan dukungan dari pemerintah Indonesia.
"Di IBM, kami mengusung lima pilar kepercayaan yang sangat penting untuk membangun sistem AI terpercaya, yaitu kemampuan untuk menjelaskan, keadilan, ketangguhan, transparansi dan privasi," sebutnya.
Microsoft juga telah memasukan teknologi AI ke dalam aplikasinya, salah satunya lewat Microsoft Copilot, yang juga menyediakan platform untuk siapapun yang mengembangkan produk AI mereka sendiri.
"Di perusahaan kami AI adalah co-pilot, pilot tetap manusia sebagai pengawasan dan menentukan perintah yang diberikan untuk membuka peluang kreativitas serta inovasi, dan tadi disampaikan yaitu efisiensi lebih besar," kata Director of Government Affairs Microsoft Indonesia & Brunei Darussalam Ajar Edi.
Menyinggung soal etika, Ajar mengatakan produk AI mereka sudah dari awal didesain mengutamakan beberapa prinsip yang diusung yakni bisa diandalkan, inklusif, keamanan dan privasi yang terjaga, transparansi, serta akuntabilitas.
"Akuntabilitas yang paling penting. Jadi kita punya akuntabilitas atas produk kita dan tindakan yang muncul dalam penggunaan AI," jawabnya sambil mencontohkan interaksi menggunakan AI Bing Chat Enterprise.
Pada interaksinya di dalamnya terlihat prinsip yang dianut oleh Microsoft untuk etika AI mereka. Misalnya privasi dan keamanan isi chat yang berkaitan dengan data penting atau sensitif yang dijamin tidak akan bocor. Kemudian hasil pencarian foto atau gambar yang disediakan bisa diketahui sumbernya dari mana.
![]() |
Kemampuan AI yang dirancang Microsoft di dalamnya juga menerapkan keamanan dalam hal konten yang dihasilkan atau disediakan, misalnya tidak menampilkan atau memberikan output yang mengandung SARA atau konten sensitif, seperti kecelakaan atau yang bisa memicu konflik.
"Prinsip yang selalu jadi perspektif kami tipsnya adalah saat membangun use case penggunaan AI pastikan bahwa use case ada, aman, dan apa yang akan terjadi. Jadi kita ada Impact Assessment untuk belajar pengembangan AI," paparnya.
Di tahap tersebut Microsoft juga mengajak orang-orang dari beragam latar belakang dan profesi untuk mengecek kembali aspek mana saja yang masih bisa ditingkatkan dari teknologi AI tersebut.
"Kami merasa pemerintah harus memimpin industri dalam rangka mengatur AI termasuk safety breaks atau menjamin keamanan operasional AI," tandasnya.
(rns/rns)