Pernah Masuk Forbes, Pendiri Startup Ini Diduga Penipu Ulung
Hide Ads

Pernah Masuk Forbes, Pendiri Startup Ini Diduga Penipu Ulung

Fino Yurio Kristo - detikInet
Senin, 16 Jan 2023 10:45 WIB
Charlie Javice
Charlie Javice. Foto: Daily Mail
Jakarta -

Raksasa keuangan JPMorgan Chase mencak-mencak dan mengajukan gugatan hukum pada Charlie Javice, pebisnis muda berusia 30 tahun. JP Morgan membeli startup buatan Javice bernama Frank senilai USD 175 juta atau Rp 2,6 triliun, tapi disebut jutaan penggunanya dipalsukan oleh Javice.

Javice ini mentereng namanya sejak muda dan pernah masuk daftar bergengsi Forbes 30 under 20 di tahun 2019. Dia mendirikan startup Frank itu pada tahun yang sama.

Seperti dikutip detikINET dari Daily Mail, Frank pada intinya menawarkan software untuk memudahkan proses jika ada mahasiswa yang butuh bantuan keuangan untuk melanjutkan ke universitas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Nah, Javice dan eksekutif lain di perusahaan tersebut, Olivier Amar, diduga membayar ilmuwan data senilai USD 18.000 untuk membuat daftar pelanggan palsu. JPMorgan mengatakan sekitar 4 juta pengguna di Frank adalah palsu.

Hal itu ketahuan setelah JPMorgan meminta bukti klaim jumlah pengguna, di mana Javice dan Amar diduga memalsukan database nama, alamat, sekolah, dan tanggal lahir siswa fiktif.

ADVERTISEMENT

Frank diklaim memiliki sekitar 4.265.000 akun pelanggan, pada kenyataannya jumlahnya kurang dari 300 ribu. Itu diketahui ketika mereka mencoba mengirim email ke pengguna tersebut, 70% emailnya terpental kembali.

Akan tetapi uang pembelian USD 175 juta itu kadung dibayarkan. Javice mendapat USD 10 juta sebagai bagian dari merger dengan JPMorgan, dengan bonus USD 20 juta menyusul. Amar mendapat USD 5 juta, dengan bonus USD 3 juta. Keduanya bergabung dengan JPMorgan setelah akuisisi.

JPMorgan sendiri dikritik karena kurang hati-hati saat melakukan due dilligence, proses pemeriksaan sebelum mengakuisisi suatu perusahaan. "Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang apakah JPMorgan menghamburkan terlalu banyak uang dalam waktu terlalu cepat," cetus Mike Mayo, analis pasar dari Welss Fargo.




(fyk/fyk)