Kominfo gencar sosialisasi aturan pendaftaran aturan PSE Lingkup Privat yang mengharuskan PSE lokal dan asing untuk mendaftar hingga 20 Juli 2022 atau tinggal dua hari lagi. Jika tak mendaftar deadline itu, operasional platform terancam diblokir. Hal ini menuai protes oleh sebagian netizen.
Kritikan dilancarkan antara lain oleh lembaga Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet). Mereka menggelar petisi untuk menolak aturan PSE tersebut dan disebut sudah mendapatkan ribuan dukungan.
"H-3 Kominfo Blokir Platform Digital > 3.000 orang ikut #ProtesNetizen menolak PM5&10 di https://id.safenet.or.id/2022/07/surat-protes-netizen-indonesia/... Kamu?" tulis SAFEnet seperti dikutip dari akunTwitter, Senin (18/4).
Adapun netizen yang mau ikut mendukung petisi ini dapat mengakses laman https://s.id/protesnetizen dan memasukkan data seperti nama, email, serta domisili.
Sebelumnya, Founder Ethical Hacker Indonesia, Teguh Aprianto mengatakan Twitter, Google, Meta dkk belum mendaftarkan PSE karena ada potensi pelanggaran kebijakan privasi.
"Jika platform ini ikut mendaftar, maka mereka akan melanggar kebijakan privasi mereka sendiri dan privasi kita sebagai pengguna juga akan terancam," kata Teguh.
Apa sebabnya? Menurut Teguh ada 3 pasal karet pada Permenkominfo No 10/2021 tentang Perubahan atas Permenkominfo No 5/2020 dengan PSE Lingkup Privat. Pasal yang bermasalah pertama adalah Pasal 9 ayat 3 dan 4 tentang konten yang dilarang, dan kedua adalah Pasal 14 ayat 3 soal permohonan pemutusan akses.
Untuk Pasal 9 ayat 3 dan 4, Pasal 14 ayat 3 ada kata-kata 'meresahkan masyarakat' dan 'mengganggu ketertiban umum'. Definisi dari konsep ini tidak jelas dan bisa disalahgunakan untuk membungkam kritik.
"Dasarnya apa? Mereka tinggal jawab 'mengganggu ketertiban umum'. Kok konten saya di-takedown? Mereka tinggal jawab 'meresahkan masyarakat'," ujar konsultan keamanan siber ini mengenai aturan PSE.