Kembali maraknya kebocoran data pengguna, menjadi sinyal kuat Indonesia harus memiliki aturan khusus yang menyangkut Pelindungan Data Pribadi (PDP). Apa kabar Rancangan Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (RUU PDP)?
Setelah rapat kerja antara Menkominfo beserta jajaran Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dan Komisi I DPR RI pada awal September kemarin, disepakati untuk membahas RUU PDP. Disebutkan bahwa RUU PDP ditargetkan rampung pada minggu kedua bulan November 2020.
Lembaga Riset Siber Indonesia CISSReC (Communication and Information System Security Research Center) kembali mengingatkan, masih maraknya kebocoran data harus segera diatasi dengan disahkannya RUU PDP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Peristiwa ini juga memperlihatkan betapa UU Perlindungan Data Pribadi sangat dibutuhkan, untuk memaksa PSTE (Penyelenggara Sistem dan Transaksi Elektronik) membangun sistem yang kuat dan bertanggungjawab bila terjadi breach data," ujar Chairman CISSReC Pratama Persadha, Senin (2/11/2020).
Selain kasus kebocoran data Lazada dan Cermati yang baru saja terjadi, sebelumnya ada kasus serupa yang menimpa Tokopedia, Bukalapak, Bhinneka, KreditPlus, dan lainnya.
"Sekarang kebocoran data sudah terjadi, namun sulit untuk memintai tanggung jawab dari PSTE bersangkutan," ungkap Pratama.
Pratama menjelaskan dengan keberadaan Undang-Undang PDP seharusnya nanti bisa mendorong PSTE untuk bertanggungjawab bila ada kebocoran data.
Namun, Pratama menggarisbawahi bahwa tidak setiap kebocoran data bisa diganjar hukuman atau bisa dituntut ke pengadilan, harus ada uji digital forensik, apakah sistemnya sudah memenuhi standar keamanan yang nantinya ditentukan UU PDP serta aturan turunannya.
"Karena kita mengerti tidak ada sistem yang sempurna dan aman 100%, karena sudah menyadari itu seharusnya PSTE bisa dipaksa untuk memenuhi standar minimal sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya breach data," pungkasnya.
(agt/fyk)