Pengamat telekomunikasi Heru Sutadi menilai pemerintah terkesan tergesa-gesa alis prematur dalam melahirkan aturan International Mobile Equipment Identity (IMEI). Meski regulasinya telah berlaku sejak 18 April, tetapi kebijakan tersebut belum ada tajinya.
Hal itu disebabkan peralatan untuk memberangus ponsel BM masih belum optimal padahal regulasinya telah berlaku sejak 18 April lalu. Alat yang dimaksud adalah mesin validasi nomor IMEI, atau tepatnya Central Equipment Identity Register (CEIR).
Menurut Kementerian Perindustrian (Kemenperin), alat tersebut baru diterima pada 24 Agustus 2020 mendatang. Di sisi lain, kesiapan SDM dan infrastrukutrnya juga dipersiapkan Kemenperin.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu menggambarkan kebijakannya yang diambil belum matang. Tidak melihat dan memperhitungkan semuanya," ujar Heru, Senin (29/6/2020).
Sebelum disahkan 18 April lalu, pemerintah melalui Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Komunikasi dan Informatika telah meneken peraturan menteri masing-masing terkait aturan IMEI ini pada 18 Oktober 2019.
Heru juga mengungkapkan kesiapan juga dilihat dari belum ada kepastian bagaimana ponsel turis itu akan dimatikan atau seperti apa.
"Untuk sekarang turis masih (terkena) lockdown," ucapnya.
Melihat kondisi yang ada saat ini, Direktur Eksekutif ICT Institute ini mengatakan agar pemerintah tak malu merevisi aturan IMEI itu atau bahkan mengambil langkah berupa pembatalan.
"Kembalikan pada Bea Dan Cukai untuk awasi semua barang masuk di pelabuhan dan bandara serta awasi semua jalur tikus. Kalau pun bocor dan dijual di pasar, lakukan operasi atau razia pasar bersama antara Kemendag dan Kominfo," ungkapnya.
(agt/afr)