Jakarta -
Pemerintah divonis bersalah oleh PTUN terkait blokir internet di Papua. Namun Menkominfo Johnny G Plate mengaku belum menemukan dokumen terkait dan menyatakan hal tersebut bisa saja karena perusakan infrastruktur telekomunikasi. Tanggapan tersebut menuai kritik.
Hal ini pun dikomentari oleh pihak penggugat pemerintah dalam kasus pemutusan akses internet di Papua saat kerusuhan Agustus-September 2019, yang dilayangkan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, South East Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), LBH Pers, YLBHI, KontraS, dan Elsam.
Menurut mereka, dalam persidangan, baik Tergugat I (Presiden RI) dan Tergugat II (Menkominfo) sudah mengakui adanya pembicaraan soal rencana pemblokiran akses internet di Papua dan Papua Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selama persidangan, tidak ada argumen soal infrastruktur internet itu rusak. Saya tidak mengerti bagaimana Pak Menteri bisa beralasan atau menjawab dari isi putusan ini dengan alasan soal infrastruktur rusak," ujar Deputi Direktur Advokasi Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Andi Muttaqien dalam konferensi pers yang diadakan YLBHI pada Kamis (4/6/2020).
"Selama persidangan, jawaban-jawaban dari tergugat 1 dan tergugat 2 itu adalah soal di antara mereka memang sudah ada diskusi atau percakapan soal rencana pemutusan akses internet ini," tambahnya.
Hal itulah yang, menurut Andi, diuji selama persidangan apakah pemutusan koneksi internet di Papua dan Papua Barat itu sudah memenuhi regulasi dan Undang-undang yang ada di Indonesia, dan juga apakah sudah memenuhi prinsip hak asasi manusia.
Seperti diketahui, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta memutuskan Presiden Joko Widodo dan Menkominfo melakukan pelanggaran hukum atas perlambatan internet di Papua pada Agustus 2019. Kebijakan itu dilakukan saat terjadi demonstrasi di Papua beberapa waktu lalu.
Majelis menilai perlambatan akses internet itu dilakukan dalam kondisi negara belum dinyatakan bahaya. Selain itu, perlambatan akses internet itu juga membuat aktivitas warga lain banyak yang terganggu.
Berikut amar putusan yang dibacakan majelis dalam persidangan itu:
Menyatakan eksepsi Tergugat I dan Tergugat II tidak diterima
Dalam pokok perkara
1. Mengabulkan gugatan para penggugat
2. Menyatakan tindakan-tindakan pemerintahan yang dilakukan Tergugat I dan Tergugat II berupa:
-. tindakan pemerintahan perlambatan akses bandwidth di beberapa wilayah Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua pada 19 Agustus 2019 pukul 13.00 WIT sampai dengan pukul 20.30 WIT
-. tindakan pemerintahan yaitu pemblokiran layanan dan/atau pemutusan akses internet secara menyeluruh di Provinsi Papua (29 kota/kabupaten) dan Provinsi Papua Barat (13 kota/kabupaten) tertanggal 21 Agustus 2019 sampai dengan setidak-tidaknya pada 4 September 2019 pukul 23.00 WIT
-. tindakan pemerintah yaitu memperpanjang pemblokiran layanan data dan/atau pemutusan akses secara di 4 kota/kabupaten di Provinsi Papua yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mimika, dan Kabupaten Jayawijaya dan 2 kota/kabupaten di Provinsi Papua Barat yaitu Kota Manokwari dan Kota Sorong sejak 4 September 2019 pukul 23.00 WIT sampai dengan 9 September 2019 pukul 18.00 WIB atau 20.00 WIT
adalah perbuatan melanggar hukum oleh badan dan/atau pejabat pemerintahan
3. Menghukum Tergugat I dan Tergugat II untuk membayar biaya sebesar Rp 457.000.