Merger dan Akuisisi Operator Tersandung Aturan Frekuensi
Hide Ads

Merger dan Akuisisi Operator Tersandung Aturan Frekuensi

Agus Tri Haryanto - detikInet
Selasa, 14 Mei 2019 19:42 WIB
Foto: detikINET/Agus Tri Haryanto
Jakarta - Dalam waktu dekat Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) akan menerbitkan aturan mengenai merger dan akuisisi (M&A) di industri telekomunikasi, di mana selama ini belum ada aturan spesifik mengenai hal tersebut.

Menurut Direktur Jenderal Sumber Daya dan Perangkat Pos dan Informatika (Dirjen SDPPI) Kementerian Kominfo Ismail, pada nyatanya sudah banyak perusahaan telekomunikasi yang menjalankan M&A seperti XL Axiata dengan Axis dan Indosat Ooredoo dengan Satelindo.

Ismail menyebut, konsolidasi tanpa tambahan aturan sebenarnya sudah bisa jalan, "Namun yang menjadi masalah adalah mengenai frekuensi. Hingga saat ini belum ada aturan yang spesifik mengatur mengenai kepemilikan frekuensi hasil merger perusahaan telekomunikasi."

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT




Ismail memastikan bahwa sebenarnya frekuensi itu bukan aset perseroan yang dimiliki oleh perusahaan telekomunikasi. Ismail yang merangkap sebagai ketua BRTI ini mengatakan, frekuensi adalah sumber daya terbatas yang merupakan milik negara. Operator telekomunikasi hanya memiliki hak pengguna frekuensi.

"Kita akan membuat regulasi yang mengatur perhitungan mengenai berapa besar alokasi frekuensi yang layak bagi perusahaan telekomunikasi hasil M&A. Kita juga tak bisa merubah filosofi yang ada di UU bahwa frekuensi bisa langsung ditransfer kepada perusahaan hasil M&A," kata Ismail

"Jika itu sampai terjadi maka akan melanggar peraturan perundangan yang ada. Karena frekuensi adalah milik negara bukan perusahaan. Jadi aturan yang baru nanti kita dipastikan tak akan merubah filosofi awal tentang kepemilikan frekuensi," sambungnya.

Merger dan Akuisisi Operator Tersandung Aturan FrekuensiDirjen SDPPI Kementerian Kominfo Ismail Foto: Agus Tri Haryanto/detikINET

Dalam penjelasan PP 53 tahun 2000 tentang penggunaan spektrum frekuensi radio dan orbit satelit disebutkan bahwa spektrum frekuensi radio dan orbit satelit merupakan sumber daya alam terbatas, dan penggunaan spektrum frekuensi radio harus sesuai dengan peruntukannya.

Sementara itu, di pasal 25 PP 53 tahun 2000 ditegaskan bahwa Pemegang izin stasiun radio yang telah habis masa perpanjangannya dapat memperbaharui izin stasiun radio melalui proses permohonan izin baru. Selain itu, izin stasiun radio tidak dapat dialihkan kepada pihak lain kecuali ada persetujuan dari Menteri.

Ismail melanjutkan, dalam aturan yang baru nanti Kominfo ingin memastikan optimalisasi pemanfaatan spektrum frekuensi dengan baik untuk kepentingan masyarakat dan negara. Tak hanya sekadar mendapatkan BHP frekuensi saja namun pemanfaatan frekuensinya tak optimal dan hanya dikuasai oleh salah satu operator saja.




Sekarang Kominfo telah membuat draft aturan mengenai pengaturan frekuensi pasca konsolidasi industri telekomunikasi. Pertama, frekuensi seluruhnya dikembalikan ke operator. Kedua, sebagian dari frekuensi yang dimiliki operator seluler setelah konsolidasi ditarik kemudian dilelang. Dan, yang ketiga adalah sebagian ditarik kemudian ditahan dulu untuk beberapa saat dan nantinya akan di realokasikan kepada perusahaan hasil konsolidasi.

Sekretaris Jenderal Pusat Kebijakan dan Regulasi Telekomunikasi ITB Mohammad Ridwan Effendi, menanggapi mengenai draft aturan mengenai pengaturan frekuensi pasca konsolidasi industri telekomunikasi yang tengah digodok Kominfo.

Berdasarkan pandangannya, regulasi yang akan mengatur mengenai frekuensi yang akan ditarik sebagian, kemudian ditahan dulu untuk beberapa saat dan nantinya akan di realokasikan kepada perusahaan hasil konsolidasi, dinilai mantan komisioner BRTI ini cacat hukum dan berpotensi melanggar UU telekomunikasi dan PP 52 dan 53 tahun 2000.

"Prosedur yang ada di dalam perundang-undangan adalah frekuensi dikembalikan dahulu kepada negara dalam hal ini Menkominfo. Selanjutnya, Menkominfo harus melakukan evaluasi menyeluruh terdapat operator telekomunikasi yang akan melakukan konsolidasi,"terang Ridwan.

Merger dan Akuisisi Operator Tersandung Aturan FrekuensiIlustrasi BTS operator seluler. Foto: Rachman Haryanto

Lanjut Ridwan, evaluasi yang dilakukan meliputi komitmen pembangunan yang selama ini telah mereka lakukan, rencana serta komitmen pembangunan yang akan akan dibuat oleh perusahaan pasca konsolidasi, jumlah pelanggan dan kebutuhan frekuensi perusahaan yang melakukan konsolidasi.

Setelah melakukan evaluasi menyeluruh, dengan kewenangan yang dimiliki, Menkominfo dapat melakukan relokasi frekuensi untuk perusahaan hasil konsolidasi. Sesuai dengan kebutuhan mereka dan komitmen mereka selama ini.

Contoh yang tepat dan sudah dilakukan ketika merger antara XL dengan Axis. Setelah XL dan Axis memutuskan untuk melakukan konsolidasi, Menkominfo melakukan evaluasi menyeluruh. Setelah evaluasi dilakukan, Menkominfo memerintahkan agar 10 MHz frekuensi yang dimiliki oleh Axis harus dikembalikan kepada negara. Setelah Axis mengembalikan frekuensi, Menkominfo merealokasikan lagi sisa frekuensi yang tersisa kepada Axis.




"Memang aturan yang ada memberikan kewenangan kepada Menkominfo untuk mengatur penggunaan frekuensi. Namun kewenangan yang dimiliki oleh Menkominfo tak boleh disalahgunakan atau bertentangan dengan perundang-undangan yang lebih tinggi derajatnya," imbuhnya

"Sehingga menteri tak bisa dengan seenaknya saja dan sewenang-wenang dalam menetapkan atau membuat aturan. Aturan dan kewenangan yang melekat pada Menkominfo harus sesuai dengan UU," terang Ridwan.

Lebih lanjut Ridwan mengingatkan kepada Menkominfo dalam membuat regulasi khususnya seputar konsolidasi industri telekomunikasi, harus taat hukum berupa UU Telekomunikasi no 36 tahun 1999, Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2000.


(agt/krs)