Dikutip detikINET dari New York Times, Selasa (30/1/2018), regulasi yang akan mencakup penerbitan dan pendaftaran mata uang virtual ini diharapkan rampung tahun ini.
"Kami perlu bertindak, karena initial coin offering (ICO) terus tumbuh terutama pada 2017. Ini harus ditangani dengan sederet regulasi kami," kata anggota Komisi Sekuritas dan Bursa Saham Filipina Emilio Aquino yang menangani perlindungan nasabah dan investor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti diketahui, para pembuat kebijakan di seluruh dunia berupaya mengendalikan ledakan global perdagangan Bitcoin dan mata uang virtual lainnya.
China misalnya, melarang ICO dan menutup platform perdagangan mata uang virtual setempat. Sementara Korea Selatan, berencana menutup operator pertukaran cryptocurrency.
Jepang baru-baru ini memberikan sanksi kepada Coincheck, bursa mata uang virtual ala Bitcoin Jepang, setelah kebobolan yang menimpanya. Coincheck kehilangan 523 juta koin NEM (mata uang virtual Jepang) senilai 58 miliar yen atau sekitar Rp 7,1 triliun. Pembobolan ini mengungkap adanya kerentanan dalam perdagangan aset.
Di Indonesia sendiri, Bank Indonesia (BI) menegaskan untuk melarang pemrosesan transaksi menggunakan salah satu uang virtual bitcoin.
Sesuai Undang-undang mata uang, alat pembayaran yang sah adalah rupiah. BI selaku otoritas sistem pembayaran mengaku, tidak bertanggung jawab dengan fluktuasi harga yang terjadi jika Bitcoin masih digunakan masyarakat.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun menyarankan masyarakat Indonesia untuk tidak berinvestasi bitcoin. Direktur Pengelolaan Investasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Sujanto mengatakan peredaran uang digital ini tidak diatur di Indonesia. (rns/rns)