"Di Go-Jek, kami memiliki kode etik yang mengatur tata kelola pelayanan mitra driver kami. Bila ada mitra yang driver yang terbukti melakukan pelanggaran atau kecurangan, mereka dapat dikenakan sanksi tegas, termasuk pemutusan hubungan kerja," sebut Manajemen Go-Jek, Selasa (23/1/2018), menanggapi kembali ramainya isu orderan fiktif.
"Hal ini guna menjaga kualitas layanan kepada pelanggan sekaligus untuk menghargai para mitra lain yang bekerja keras secara baik dan jujur untuk kehidupan mereka dan keluarga," sambung pernyataan tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Istilah 'tuyul' digunakan untuk menyebut penumpang fiktif. Teknisnya, para driver yang curang menggunakan aplikasi Fake GPS. Jadi, seolah-olah di aplikasi ada penumpang yang diantar, padahal pengemudinya tidak bergerak kemana-mana.
Pada akhir 2015, Go-Jek pernah mengungkapkan ada 7.000 driver yang melakukan kecurangan semacam itu. Mereka tidak mengambil order nyata, namun menerima pendapatan jutaan per bulan. Go-Jek pun melakukan langkah tegas dengan cara melakukan suspend driver yang terlibat.
Kasus lainnya ada juga yang bukan berasal dari driver nakal, melainkan dari pengguna Go-Jek sendiri. Cukup banyak kasus di mana driver Go-Jek merugi lantaran orderan Go-Food fiktif atau main-main.
Ketika driver sudah membelanjakan pesanan, ternyata pemesan menghilang tidak bisa dihubungi. Alhasil, driver yang sudah lama mengantre harus mengalami kerugian material. (rns/fyk)