Konten negatif yang dimaksud antara lain, propaganda radikalisme, terorisme, paham kebencian, ajakan atau cara merakit bom, cara melakukan penyerangan, gambar yang tak senonoh, dan lain-lain yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di Indonesia.
"Di Telegram, kami cek ada 17 ribu halaman mengandung terorisme, radikalisme, membuat bom, dan lainnya, semua ada. Jadi harus diblok, karena kita anti radikalisme," papar menteri yang akrab disapa Chief RA, Jumat (14/7/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Setelah berkomunikasi dengan mas Gatot (Panglima TNI), Pak Kapolri, mas Teten, ya sudah besok diblokir saja," lanjut Rudiantara di sela acara silaturahim bersama Dewan Pers di Hotel Aryaduta, Jakarta.
Pencipta Telegram sendiri, Pavel Durov, sudah angkat bicara. Ia mempertanyakan masalah pemblokiran yang diklaim tanpa pemberitahuan dan koordinasi. Rudiantara pun sudah membantah klaim itu dalam berita sebelumnya.
"Kalau Google ada kantor perwakilan di Singapura, Twitter ada Indonesia, kalau Telegram ini komunikasi harus lewat web service mereka. Mereka protes, kok kita tidak diajak bicara tahu-tahu diblokir," sanggah Chief RA. (rou/rou)