Balon Google, Open BTS dan Harapan Tak Dianaktirikan
Hide Ads

Balon Google, Open BTS dan Harapan Tak Dianaktirikan

Ardhi Suryadhi - detikInet
Jumat, 18 Mar 2016 11:45 WIB
Foto: detikINET/Ardhi Suryadhi
Jakarta - Balon internet Google tengah dalam tahap uji teknis bersama tiga operator seluler — Telkomsel, Indosat Ooredoo dan XL Axiata — untuk dilihat peluangnya sebagai teknologi alternatif di area pedalaman.

Di sisi lain, sekumpulan praktisi TI lokal yang digawangi Onno W. Purbo dkk juga tengah giat mengkampanyekan Open BTS. Dimana teknologi ini diklaim juga bisa memberikan akses telekomunikasi alternatif.

Hanya saja, status dua teknologi itu kini tak sama, balon Google selangkah di depan. Kehadiran balon Google atau yang dikenal dengan nama Project Loon sudah mendapat restu Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Bahkan dalam suatu kesempatan, Menkopolhukam Luhut Binsar Pandjaitan berharap agar implementasi dari balon Google bisa digeber agar masyarakat di pedalaman bisa tersentuh akses telekomunikasi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pun demikian, bukan berarti kehadiran balon Google tanpa kontra. Beberapa pihak belakangan kembali menyuarakan kekhawatirannya terkait teknologi yang masuk dalam program Moon Shot Google itu. Salah satunya adalah Mantan Menteri Perhubungan Jusman Syafii Djamal yang secara terbuka melontarkan kekhawatirannya terkait balon Google.

Pun demikian, sedari awal program balon Google ini dideklarasikan di Markas Google X San Fransisco, Amerika Serikat, Menkominfo Rudiantara menegaskan bahwa terbangnya balon Google di Indonesia baru sebatas uji teknis.

Prinsipnya, Rudiantara tak mau menutup mata dengan kehadiran teknologi baru, terutama yang punya efisiensi dan bermanfaat untuk masyarakat banyak. Hanya saja, hal ini bukan berarti memberikan karpet merah kepada Google untuk langsung jadi penyelenggara telekomunikasi.

"Google tak akan kami berikan izin penyelenggara telelekomunikasi. Kalau nantinya ada aspek komersial dari Loon ini, maka Google harus bekerja sama dengan operator," tegasnya.

Kembali ke soal Open BTS, teknologi ini sejatinya sudah lama dilontarkan eksistensinya oleh praktisi TI Onno W. Purbo. Namun sayangnya, baru 7 Januari 2016 kemarin Onno, ICT Watch dan komunitas Open BTS lainnya berkesempatan berkorespondensi secara langsung dengan Menkominfo Rudiantara.

Pada kesempatan inilah, dipaparkan berbagai kelebihan Open BTS dan peluang apa yang bisa digali dari teknologi tersebut untuk menggenjot percepatan akses telekomunikasi di pelosok Indonesia.

Sampai akhirnya, beberapa waktu berselang, tindak lanjut dari diskusi tersebut melahirkan Usulan Kebijakan Open BTS yang telah diserahkan ke Menkominfo Rudiantara dan tengah dikaji oleh Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI). Jadi kini, Open BTS masih menunggu restu regulator untuk bisa dijajal secara resmi, syukur-syukur bisa lebih dari itu.

Hanya saja, penyataan awal dari Anggota Komisioner BRTI I Ketut Prihadi Kresna menyiratkan bahwa Open BTS untuk awalnya takkan mendapat izin lebih dari sekadar trial. Apalagi dengan melihat syarat yang harus dilalui oleh Open BTS, bisa dibilang jika nantinya turun restu untuk trial pun sepertinya sudah untung.  

Meski demikian Ketut menegaskan, pihaknya takkan pilih kasih memandang balon internet Google dan Open BTS yang tengah digeluti praktisi TI lokal.     

Pasalnya, kedua teknologi tersebut merupakan alternatif pilihan untuk melakukan percepatan akses telekomunikasi. "Fungsinya kan kurang lebih sama. Kalau Loon kan lebih sebatas BTS saja, operator yang melaksanakan. Sedangkan Open BTS ini ada permohonan mereka yang melayani sendiri kalau operator tak sanggup. Nah kalo dia inginnya seperti itu kan artinya dia jadi penyelenggara telekomunikasi," jelas Ketut saat berbincang dengan detikINET, Kamis (18/5/2015) malam.

"Cuma pada prinsipnya dari regulator tak mau membeda-bedakan antara Loon dan Open BTS," tegasnya.

Google sendiri sebelum melakukan uji teknis Loon di Indonesia harus melewati serangkaian izin. Tak cuma kepada Kementerian Kominfo, tetapi juga ke Kementerian Perhubungan dan terkait dengan izin melintasi negara Indonesia.

Sementara secara parelel, operator juga harus mengajukan permohonan izin kepada Kominfo. Saat ini, ungkap Ketut, baru Indosat Ooredoo yang sudah mengajukan, sedangkan Telkomsel dan XL Axiata belum.  

"Saya juga belum tahu kenapa mereka (Telkomsel dan XL) belum ajukan izin trial penggunaan Loon. Tapi Ini seperti telur dan ayam, soal mana yang didahulukan. Kan Google juga bergerak sendiri nih (untuk mengurus izin), tapi masih tetap berkoordinasi dengan pihak lainnya (Kominfo dan operator-red.)," imbuhnya.

Kominfo pun tetap menjalin komunikasi dengan lembaga negara terkait soal Loon, seperti dengan Kementerian Perhebungan, Kementerian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan serta Angkatan Udara.

"Kita pernah rapat soal ini. Koordinasi jalan tapi paralel terus, mana izin yang diurus duluan. Tapi memang tak bisa begitu, jadi koordinasi dulu lah. Kalo bisa semua nantinya kekurangan perizinan akan dilengkapi semua. Jadi memang koordinasinya kaya gitu, kalo memang mana yang duluan ya dijalanin, nanti kekurangannya menyusul," pungkas Ketut. (ash/fyk)