Perang Urat Syaraf Samsung vs Apple di Pintu Mahkamah Agung
Hide Ads

Perang Urat Syaraf Samsung vs Apple di Pintu Mahkamah Agung

Yudhianto - detikInet
Jumat, 05 Feb 2016 16:19 WIB
Foto: Istimewa
Jakarta - Divonis membayar denda sebesar USD 548 juta, Samsung tak tinggal diam. Produsen Korea Selatan ini menantang Apple ke Mahkamah Agung (MA) Amerika Serikat (AS). Namun Apple kabarnya meminta MA agar menolak banding Samsung tersebut.

Seperti pernah diberitakan sebelumnya, Samsung diharuskan membayar denda senilai USD 548 juta atau setara dengan Rp 7,7 triliun (USD 1 = Rp 14.000) kepada Apple setelah divonis menyalahgunakan paten Apple di sejumlah ponsel bikinannya.

Meski mau memenuhi, Samsung tak lantas menyerah. Produsen Korea Selatan ini mengajukan banding ke tingkat pengadilan yang lebih tinggi, yakni MA. Tujuan utamanya jelas untuk menggoyang keputusan sebelumnya, namun di balik itu Samsung sejatinya juga ingin memanfaatkan celah di salah satu klausul vonis yang diterimanya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Isi klausulnya mengatakan kalau Samsung bisa mematahkan tuduhan Apple kepadanya,maka Samsung berhak untuk meminta kembali denda yang wajib dibayarkannya. Samsung sendiri disebut sudah mulai melakukan pengajuan banding ke MA.

Namun apa yang dilakukan Samsung ini sepertinya sangat mengusik Apple. Pasalnya seperti detikINET kutip dari GSM Arena, Jumat (5/2/2016), Apple dikabarkan meminta MA untuk tidak menerima banding yang diajukan Samsung.

Produsen Cupertino, AS ini beralasan litigasi atau banding yang diajukan Samsung tidak lazim. Sehingga tidak ada alasan bagi Samsung untuk melanjutkan permasalahan ini ke MA.

"Walau litigasi ini menyita perhatian banyak pihak, secara hukum (banding Samsung) tidak lazim. Dan Samsung tidak punya alasan untuk MA agar melanjutkannya," kata Apple dalam pernyataannya.

Samsung pun balik menyerang. Menanggapi pernyataan Apple, pembesut seri smartphone Galaxy ini mengatakan kalau preseden hukum atas keputusan kemenangan Apple benar-benar dijalankan akan mengganggu lahirnya inovasi-inovasi baru.

"Kalau preseden hukum dalam kasus ini berdiri, inovasi bisa berkurang, kompetisi bisa tertahan, dan (pada akhirnya) tuntutan hukum oportunistis akan memberikan efek negatif pada ekonomi AS," bela Samsung. (yud/ash)