Akuisisi yang dilakukan Microsoft terhadap Activision Blizzard senilai USD 69 miliar atau sekitar Rp 1.000 triliun, perlahan menuju babak akhir. Saat ini mereka sudah melakukan upaya terakhir, untuk bisa mendapatkan restu dari Competition and Markets Authority (CMA) Inggris.
Microsoft mengirimkan pengajuan dan menguraikan mengapa Inggris harus mempertimbangkan perkawinan mereka dengan Activision. Itu karena Inggris sebelumnya telah memblokir akuisisi terbesar dalam sejarah industri game tersebut.
Namun sejak saat itu, Microsoft sukses mengalahkan Federal Trade Commission (FTC) Amerika Serikat di persidangan. Selain itu, mereka juga memperoleh persetujuan dari regulator utama Komisi Eropa, dan mendapatkan kesepakatan dengan pesaingnya, yakni Sony, terkait penyediaan game Activision di PlayStation.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pengajuan dari Microsoft mengangkat tiga perkembangan,dan menyebutkan rencananya mengajukan proposal modified merger situation (MRS). Nah saat ini, mereka tengah menegosiasikannya dan mungkin melibatkan kesepakatan terkait cloud gaming, seperti dilansir detikINET dari IGN, Selasa (1/8/2023).
Seperti diketahui, CMA Inggris menjadi sandungan terakhir yang harus dilewati Microsoft. Belum lagi, awalnya mereka mengatakan "tidak"pada kesepakatan tersebut, hingga akhirnya pengadilan meminta CMA untuk menegosiasikan proposal baru.
Upaya terakhir ini memang harus dilakukan, bila Microsoft tidak ingin mengalami masalah serius lainnya. Jika gagal, mereka harus membayar denda triliunan rupiah.
CCO and EVP Corporate Affairs Activision Blizzad, Lulu Cheng Meservey, mengumumkan bahwa perpanjangan proses akuisisi hingga tiga bulan. Itu juga terjadi setelah kesepakatan gagal melewati tenggat waktu awal, yakni 18 Juli 2023 lalu.
Dari pernyataan Cheng, Microsoft harus menyelesaikan akuisisi terhadap Actvision Blizzard sebelum tanggal 18 Oktober mendatang. Kalau tidak, raksasa teknologi itu harus membayar biaya terminasi balik hingga miliaran dolar.
Brad Smith, Presiden Microsoft, mengungkapkan biaya terminasi yang dimaksud oleh Cheng. Kata dia, angkanya naik dari jumlah yang telah ditentukan sebelumnya, yakni USD 3 miliar atau sekitar Rp 45 triliun.
Nah sekarang Microsoft harus membayar USD 3,5 miliar atau sekitar Rp 52 triliun, bila kesepakatan tidak ditutup sebelum 29 Agustus. Lalu membayar USD 4,5 miliar atau sekitar Rp 67 triliun, jika gagal sebelum 15 September mendatang.
(hps/fay)