Kini, King yang merupakan perusahaan asal Swedia telah membuka lembaran baru dalam kiprah bisnisnya. Setelah menerima pinangan Actvision Blizzard senilai USD 5,9 miliar atau sekitar Rp 80 triliun.
Seperti diketahui, Activision dikenal sebagai publisher di balik game-game konsol dan PC AAA ternama, mulai dari Call of Duty sampai Destiny. Dengan basis gamer yang cukup besar, publisher game berbasis Santa Monica, Amerika Serikat ini menempati urutan kelima sebagai publisher game dengan pendapatan terbesar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanya butuh waktu satu bulan, Candy Crush sukses di-download 10 juta kali. Pada tahun 2013, game match three ini memperoleh pendapatan harian USD 633.000 atau sekitar Rp 8,6 miliar. Begitu pula dengan pendapatan di tahun 2014, dimana mengacu dari laporan King, Candy Crush meraup USD 1,33 miliar.
Diakui CEO Activision Blizzard Bobby Kotick, Candy Crush punya basis penggemar yang unik. Dengan jumlah pengguna aktif bulanan 474 juta, Candy Crush sangat populer di kalangan gamer wanita. Hal ini tentu jarang atau tidak dimiliki oleh Activision Blizzard dengan game shooter-nya.
"Kami senang dengan ide bagaimana menggapai audiens yang baru. Game kami bila dilihat secara historis selalu fokus pada gamer laki-laki. Sekarang kami punya kesempatan untuk merangkul ratusan juta gamer wanita. Sangat menyenangkan," ujar Kotick dikutip detikINET dari USA Today, Rabu (04/11/2015).
Ya, Candy Crush memang berhasil menjadi game yang manis. Meski begitu, perjalanan developer yang berdiri sejak tahun 2003 silam itu tak semanis kelihatannya. King pernah pula dirundung awan gelap.
Ketika berusaha untuk melakukan penetrasi di lantai bursa di tahun 2014, performa sahamnya malah anjlok. Dibuka di angka USD 22,50, saham King Digital Entertainment perlahan tumbang. Bahkan sempat anjlok hingga 24%.
Hal ini lantaran King dianggap terlalu bergantung pada Candy Crush. Padahal, publisher game yang didirikan oleh Riccardo Zacconi dan Melvyn Morris ini memiliki lebih dari 180 game. Namun hanya Candy Crush dan Pet Rescue Saga yang menjadi andalan 'sang raja' dalam bertahan.
Banyak yang menilai jika King dianggap kurang bisa meyakinkan publik bahwa perusahaannya akan terus langgeng dalam waktu lama, karena banyak gamer mulai bosan.
Bahkan ketika menjelang Initial Public Offering (IPO) di tahun 2014, King harus menghadapi tuduhan penjiplakan dari developer lain. Candy Crush dianggap menjiplak game besutan Albert Ransom, yakni CandySwipe. Tudingan Ransom dipicu oleh aksi King mematenkan kata 'Candy' kala itu.
Kini, 'sang raja' telah setuju pindah ke kerajaan Activision Blizzard. Kesepakatan antara keduanya dikatakan rampung pada musim semi tahun 2016. Hingga kini belum ada rencana penggarapan game mobile di antara keduanya. Namun, yang jelas akuisisi ini dirasa menguntungkan bagi kedua belah pihak.
Di satu sisi, Activision Blizzard butuh gamer setia King. Di sisi lain, King pun berharap sosok atau brand besar seperti Activision Blizzard untuk kelangsungan studionya.
(ash/ash)