Misalkan ada aktivitas orang menelepon, di sampingnya ada yang mengirim pesan singkat lalu di belakangnya sedang membaca berita online dan tak jauh dari itu sedang menunggu seseorang dengan membaca koran cetak. Momen tersebut dapat direkam dalam sebuah bingkai foto yang saling mendukung cerita, bersahut-sahutan, saling melengkapi dan saling mempertegas gambar. Antar elemen itu, mengutip pendapat fotografer streetphotograhy Erik Prasetya, mempunyai resonansi yang apik.
Bagaimana mendapatkan foto-foto yang saling bersahut-sahutan dan mengisi layaknya berpantun tersebut?
1. Aktifitas yang berulang.
Carilah aktivitas berangkai yang mudah diprediksi dan berulang. Seperti pada contoh foto pertama yakni aktivitas turis meminum air suci di Kuil Kiyomizu-dera, Kyoto, Jepang.
![]() |
Perhatikan 4 traveler yang memegang gayung panjang secara berurutan dari paling kiri. Turis pertama memindahkan air ke telapak tangan, yang kedua menyeruput air, ketiga memperhatikan isi gayung dan paling kanan sedang menyorongkan gayung ke tetesan air suci.
Kendati banyak turis melakukan adegan ini, namun untuk mendapatkan aktivitas foto yang saling memperkuat cerita perlu menunggu beberapakali adegan sehingga elemen satu dengan yang lain saling mengisi. Jika buru-buru, bisa jadi 3 dari turis sedang menadahkan air cucuran atau keempat-empatnya justru sedang minum dari tangannya.
![]() |
Kenapa antar elemen perlu saling mengisi cerita? Tidak lain untuk membuat foto tidak kaku, mempunyai rima dan cerita yang komprehensif. Pada contoh foto kedua, misalkan, foto atas hanya aktifitas petugas melakukan maintenance pada vending machine minuman botol. Sementara pada foto bawah, selain maintenance, terdapat antrian pembeli di mesin penjual minuman itu di sisi kiri.
Dari dua foto tersebut terlihat pesan, langgam dan cara bertuturnya berbeda, bukan?
2. Kesesuaian warna.
Warna menjadi cara tersendiri untuk berpantun lewat foto. Misalkan garis zebracross hitam-putih di jalanan maka fotografer tinggal menunggu momen seseorang yang melintas dengan baju mirip-mirip: motiv hitam-putih, polkadot atau apapun yang selaras dengan tema itu.
![]() |
Pada foto contoh ketiga yakni tulisan Iamsterdam di depan Rijkmuseum, Belanda. Tulisan tersebut mempunyai dua warna berbeda. 'Iam' berwarna merah dan 'sterdam' berwarna putih. Tinggal mencari turis yang berbaju warna sama kemudian dijadikan foreground, maka sudah terjadi komposisi warna apik: merah-putih di background dan putih-merah di foreground. Selain itu, antara background dan foreground saling mengisi, tidak tabrakan dan saling bersahut-sahutan.
3. Kesesuaian bentuk/pola.
Hampir sama dengan kesesuaian warna, maka mendapatkan bentuk atau pola yang mirip-mirip antara elemen menjadi proses kreatif yang mengasikan. Misalkan sedang berada di Monas yang mempunyai bentuk runcing ke atas, mirip tongkat atau segi tiga panjang. Nah, fotografer tinggal menunggu momen turis dengan baju atau tas bermotif runcing dan dijepret dalam frame yang menarik. Kesesuaian ini akan menjadi nilai tambah foto yang dihasilkan.
![]() |
Dalam contoh foto keempat berupa seekor burung dara di tepian Sungai Sumida, Tokyo. Foto itu dijepret dengan latar berupa monumen unik berbentuk bulat telur namun meruncing di bagian ujung. Selain itu sedikit bergelombang di bagian tengah.
Nah, kemiripan dua elemen tersebut yang membuat fotografer tertarik untuk memencet shutter. Seolah-olah, desain arsitektur yang nyentrik di bagian background mencoba ditafsirkan dengan bentuk burung dara di bagian depan. Tentu upaya ini tidak sepenuhnya benar karena hanya kemiripan spontan dan imajinatif semata.
Selain 3 hal di atas, Anda bisa mencatat dan menambahkan apa-apa saja yang pernah dialami saat memotret. Entah kesamaan pola, kemiripan gerak, tekstur, bahasa tubuh atau apapun yang saling memperkuat dan bersahut-sahutan. Yang diirangkai dan direkam dengan harmonis dan mempunyai kesesuaian rima seperti tengah berpantun.
(Ari/rou)