Dirilis akhir tahun 2014, iPhone 6 dan iPhone 6 Plus akhirnya sampai di Jakarta secara resmi belum lama ini. Salah satu fitur yang paling ditunggu yakni kemampuan kamera yang berkualitas. Dicoba di Jakarta dan Yogyakarta, terbukti kamera iPhone 6 Plus benar-benar bikin speechless. Gahar dan meyakinkan. Mampu merekam detail, landscape hingga panoramik 180 derajat dengan ciamik.
Begitu aplikasi kamera dibuka, yang terpapar ada beberapa menu pilihan utama. Timelapse, video, foto HDR, square, dan panoramik. Pilihan tersebut didesain nyaman, membuat jari merekam momen sesuai dengan kebutuhan, tidak tertukar-tukar antara panel satu dengan yang lain. Layar lebar 5,5 inch mendukung untuk itu.
Tantangan pertama untuk membuktikan kehebatan lensa iPhone 6 Plus yakni dibawa blusukan ke Yogyakarta. Tepatnya di Mirota Batik dan Museum Affandi. Kamera iPhone 6 Plus disuguhi kondisi low light, cahaya temaram dengan detail warna dan tekstur yang sangat kaya.
Deretan kerajinan tangan yang dicat colorfull di Mirota Batik juga tidak memudar dan mendekati aslinya. Begitu pun goresan kuas dan warna maestro Affandi, mampu direkam apik. iPhone 6 Plus dapat menjepret dengan jaminan warna lukisan sesuai dengan yang terlihat mata manusia.
Sensor kamera iPhone 6 Plus berkerja dengan baik di kedua tempat tersebut. Yakni eksposure dan white balance masih stabil kendati warna lampu ruangan berbeda-beda. Antara tungsten bohlam maupun neon putih.
Tantangan kedua yakni membawa kamera iPhone 6 Plus ke luar ruang (outdoor) di Kota Tua Jakarta dan Bundaran HI Jakarta. Di tempat ini, lagi-lagi iPhone 6 Plus mampu mengatasi medan yang terhampar dari kiri mentok hingga kanan habis. Sepertinya, ia tidak kesulitan mendapatkan subjek yang demikian besar, kontras dengan bentuk fisiknya yang hanya segenggaman tangan orang dewasa.
iPhone mampu merekam cityscape dengan gaya panoramik yang memukau. Sangat membantu keterbatasan mata manusia yang tidak bisa merekam panomarik selebar 180 derajat.
Meskipun panoramik, iPhone 6 Plus tidak melupakan detil. Ia didisain untuk membaca data hingga subjek terkecil seperti aktivitas orang di dalam bentang panoramik itu. Kalau di-zoom normal, aktivitas warga yang terlihat titik kecil menjadi lebih real. Tidak mengherankan foto panoramik ini membutuhkan memory cukup besar hingga 15 MB tiap fotonya.
Mengoperasikannya pun tidak sulit. Tinggal memencet shutter dan menggerakkan kamera pada garis bantu yang di layar, maka bentang kota langsung berpindah ke foto panoramik di layar iPhone 6 Plus.
Gerakannya tidak perlu memakai monopod atau tripod. Sebab, teknologi penstabilan gambar di iPhone 6 Plus mampu mengurangi getaran tangan pada gerakan memutar normal. Dijamin, pengguna baru iPhone sekalipun tidak akan kesulitan membuat foto panoramik ini.
Kelemahan iPhone 6 Plus yakni pada zoom optic yang masih belum sempurna. Gambar akan terlihat patah-patah pada zoom optic lebih dari 50 persen hingga 100 persen. Kendati begitu, kekurangan ini agak terobati dengan kemampuan autofocus yang super cepat. Mampu menangkap pergerakan subjek dan tektur dengan gesit. Momen pun bisa mudah terekam dengan presisi.
Panoramik Kota Tua. Terekam apik hingga detil dan tanpa distorsi lensa berlebihan. (Ari Saputra/detikINET)
Zoom optic 50 persen (atas), zoom optic 100 persen (bawah). (Ari Saputra/detikINET)
Detail, warna, tekstur dan depth of field (DoF) di Mirota Batik serta Museum Affandi terekam apik. (Ari Saputra/detikINET)
Foto square 1:1 diolah dengan Instagram. (Ari Saputra/detikINET)