Para pemain di bisnis kamera dituntut untuk terus berinovasi dengan membenamkan fitur-fitur baru ke kamera buatannya. Tak lupa, mereka juga harus meningkatkan kualitas gambar yang bisa dihasilkan agar tak tersalip oleh kamera ponsel.
Sejumlah vendor DSLR seperti Canon, Nikon dan Pentax masih memperbarui lini kamera DSLR-nya. Sementara produsen kamera mirrorless terus-menerus mengembangkan sistem lensa juga memproduksi kamera mirrorless high-end.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nikon D4S
|
Dalam mode burst, D4S bisa merekam sampai dengan 12 gambar per detik dengan opsi tracking objek bergerak dinyalakan.
Dibanding pendahulunya -- D4 -- kedua kamera ini memang tak mempunyai perbedaan secara fisik. Perbedaan keduanya terletak pada prosesor gambar yang lebih cepat dan kuat, yaitu EXPEED 4, menggantikan EXPEED 3 yang ada di D4.
Fuji X100T
|
Dibanding pendahulunya, kamera compact premium ini mempunyai sejumlah fitur baru yang cukup menarik perhatian. Salah satunya adalah hybrid viewfinder yang merupakan kombinasi dari viewfinder optik dan elektronik.
Dengan teknologi ini, pengguna bisa mengatur fokus secara manual dalam mode optical viewfinder (OVF), sementara di X100S, hal tersebut cuma bisa dilakukan dalam mode electronic viewfinder (EVF).
Fuji juga membenamkan film simulation filter baru yang bernama Classic Chrome, yang bisa menghasilkan foto dengan tingkat saturasi lebih rendah. Fuji mengklaim filter ini cocok digunakan di foto dokumenter.
Panasonic LX100
|
Penggunaan prosesor itu membuat LX100 mampu merekam video beresolusi 4K di 25fps. Sementara untuk burst mode, kecepatannya mencapai 11 gambar per detik. Lensanya yang dibuat oleh Leica berukuran 24-75mm f/1,7-2,8.
Dengan sensornya yang terbilang besar untuk ukuran compact kamera, sensitivas ISO-nya pun bisa mencapai angka 25.600, meningkat dibanding pendahulunya, LX7 yang hanya mencapai 12.800.
Canon EOS 7D Mark II
|
Resolusi sensornya pun ditingkatkan dari 18 ke 20,2 megapixel. Canon EOS 7D Mark II dilengkapi dengan prosesor Dual DIGIC 6, serta sistem AF Cross Type 65 titik. Sebagai media penyimpanan, tersedia dua macam slot memori card, CF dan SD.
Ada juga teknologi Dual Pixel CMOS AF dengan Movie Servo AF yang diklaim bisa bekerja dengan cepat dan tepat dalam membidik subjek saat merekam video. Output file videonya bisa mencapai resolusi Full HD, dengan frame rate 24 ataupun 60 fps.
Sony Alpha A7S
|
Sensor 35 mm A7S memang cuma beresolusi 12 megapixel, namun di situlah keunggulan utama dari kamera ini. ISO-nya bisa maksimalkan hingga 409.6000. Sejumlah pihak memuja kualitas sensornya ini, karena sangat bersih dari noise bahkan dalam keadaan cahaya yang sangat minim.
Gambar yang minim noise itu juga terbantu dari prosesor BIONZ X yang dibenamkan Sony dalam kamera ini. Sensor full frame itu bisa diubah menjadi APS-C jika dibutuhkan. Dalam mode tersebut, A7S bisa merekam video slow motion dengan frame rate hingga 120 fps dengan resolusi 720p.
Panasonic GH4
|
GH4 menggunakan sistem micro four thirds, dengan sensor Digital Live MOS beresolusi 16 megapixel. Jangkauan ISO-nya 125 hingga 25.600. Sebagai prosesor gambar, Panasonic membenamkan Venus Engine ke dalam kamera ini. Jenis panel yang digunakan untuk membuat viewfinder dan LCD di belakang GH4 adalah Organic Light Emitting Diode (OLED).
Dalam merekam mode video, penggunanya bisa memilih 3 jenis format, MOV, MP4, dan AVCHD Progresif. Untuk video dengan format 4K, format yang bisa dipilih adalah MOV dan MP4.
Nikon D810
|
Seri D800E tidak memiliki low-pass filter di sensor gambar kamera sehingga menghasilkan foto yang lebih tajam tapi berisiko memunculkan moire (cacat foto saat memotret subjek yang teksturnya rapat dan polanya berulang-ulang).
Dua tahun kemudian, Nikon menggabungkan keduanya menjadi Nikon D810 saja. Kamera ini tidak memiliki filter low pass sehingga fotonya lebih tajam, dan sensor gambar telah diperbaharui supaya bisa menekan munculnya moire. Sensor full framenya mempunyai resolusi 36,3 megapixel, yang dibantu dengan prosesor EXPEED 4 laiknya D4S.
Sebagai kamera transisi, D810 ditingkatkan kualitasnya di berbagai sektor, antara lain prosesor yang disematkan Expeed 4, adalah satu generasi lebih cepat sehingga kamera ini dapat memotret berturut-turut sedikit lebih cepat, yaitu dari 4 foto per detik menjadi 5 foto per detik. Pilihan ISO juga lebih luas, yaitu menjadi ISO 32-51200. Untuk mode normalnya rentang ISO dari ISO 64-12800.
Sony RX100 III
|
Dibandingkan dengan RX100 versi II, versi III memiliki pop-up electronic viewfinder yang membantu kita untuk membidik foto seperti kamera DSLR, dan sangat membantu saat memotret di luar ruangan yang terlalu terang sehingga layar LCD terlalu gelap.
Selain itu ada perubahan di lensanya. Kini Sony RX100 III memiliki lensa yang sedikit lebih lebar daripada RX100, yaitu 24-70mm dibandingkan dengan 28-100mm. Bukaan maksimalnya lebih besar di jarak fokus paling jauh/tele, yaitu f/2.8 dibandingkan dengan versi sebelumnya yang maksimum bukaannya f/4.9.
Terlepas dari beberapa perbedaan kunci yang disebutkan di atas, Sony RX100 III memiliki banyak persamaan dengan versi II, antara lain desain fisik kamera yang cukup compact, sensor gambar CMOS 1 inci dan resolusi foto 20MP.
RX100 III mengunakan sensor BSI (back side illuminated sensor) yang lebih sensitif cahaya di kondisi gelap, sama seperti versi II, sedangkan versi I belum punya teknologi sensor ini. Layar LCD Sony RX100 III dan II sama, yaitu bisa diputar untuk selfie atau untuk memotret low angle, dan memiliki WiFi & NFC untuk transfer foto ke ponsel/tablet.
Samsung NX1
|
Kamera mirrorless ini dalam burst mode bisa mengambil 15 gambar tiap detiknya. NX1 juga mampu merekam video dengan resolusi 4K. Sejumlah media juga menyebut sistem autofokus di kamera ini adalah yang paling canggih dibanding kamera mirrorless lain.
Sensor APS-C yang beresolusi 28,3 megapixel tentu nyaris setara dengan sensor sejumlah kamera DSLR yang sudah banyak beredar di pasaran. Sementara layar sentuhnya menggunakan panel bertipe Super AMOLED, dan electronic viewfinder OLED dengan resolusi 2.300 titik.
Namun sayangnya, bodi kamera yang di atas kertas sudah sangat wah itu belum didukung oleh ekosistem lensa yang baik. Hingga saat ini pilihan lensa dengan NX mount belum terlalu banyak.
Halaman 3 dari 10