Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network
detikInet
Fintech Muncul sebagai Mesin Baru Pencipta Lapangan Kerja Nasional

Fintech Muncul sebagai Mesin Baru Pencipta Lapangan Kerja Nasional


Agus Tri Haryanto - detikInet

Pontesi sektor fintech membuka ratusan ribu lapangan pekerjaan di Tanah Air.
Sektor fintech berpotensi membuka ratusan ribu lapangan pekerjaan di Tanah Air. Foto: Amartha
Jakarta -

Di tengah naiknya angka pengangguran nasional, sektor teknologi keuangan atau financial technology (fintech) justru menunjukkan peran strategis sebagai pembuka lapangan kerja baru, khususnya di tingkat akar rumput.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 7,47 juta orang per Agustus 2024, naik 4,91 persen dibandingkan Februari 2024. Namun di saat yang sama, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tetap menjadi tulang punggung perekonomian dengan menyerap 97 persen tenaga kerja nasional.

Pertumbuhan UMKM tersebut kian diperkuat oleh industri fintech yang menyediakan layanan keuangan berbasis teknologi. Laporan Mordor Intelligence memperkirakan nilai pasar fintech Indonesia mencapai USD20,93 miliar pada 2025 dan berpotensi tumbuh hingga USD32,67 miliar pada 2030, seiring meningkatnya adopsi layanan keuangan digital yang inklusif.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Founder & CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, menyebut fintech tak sekadar menjadi sektor jasa keuangan, tetapi juga berperan nyata dalam penciptaan lapangan kerja.

ADVERTISEMENT

"Fintech berkontribusi sekitar 4,74 persen terhadap perekonomian Indonesia. Lebih dari itu, lewat pembiayaan dan layanan keuangan lainnya, fintech memperkuat UMKM yang berdampak langsung pada penciptaan lapangan kerja," ujar Taufan dikutip Jumat (26/12/2025)

Ia mengungkapkan, sepanjang 2024 Amartha telah mendorong terciptanya lebih dari 110.000 lapangan kerja di wilayah perdesaan, yang mayoritas berasal dari aktivitas usaha perempuan pelaku UMKM. Menurutnya, hal ini membuktikan bahwa fintech dapat menjadi katalis kemandirian ekonomi keluarga di desa.

Dampak tersebut tercermin dalam Sustainability Report Amartha 2024. Sebanyak 77 persen mitra UMKMmengalami peningkatan pendapatan sejak bergabung, sementara 50.467 usaha ultra mikro berhasil naik kelas menjadi usaha kecil. Kondisi ini memberi ruang finansial yang lebih sehat bagi pelaku usaha untuk menabung, menambah aset, sekaligus memperluas usaha.

Amartha menilai keberhasilan penguatan UMKM tidak hanya bergantung pada akses modal. Perusahaan menyeimbangkan pembiayaan dengan edukasi kewirausahaan, pendampingan usaha, transparansi layanan keuangan, serta perlindungan data nasabah. Hingga kini, Amartha telah menyalurkan lebih dari Rp35 triliun pembiayaan kepada 3,3 juta perempuan UMKM di lebih dari 50.000 desa di Indonesia.

"UMKM yang tumbuh akan menciptakan lapangan kerja di daerah dan menekan urbanisasi. Tenaga kerja direkrut dari komunitas lokal, mulai dari ibu rumah tangga hingga pemuda desa, tanpa harus meninggalkan keluarga," jelas Taufan.

Manfaat tersebut dirasakan langsung oleh Sri Mulyati, pemilik usaha konveksi rumahan di Grobogan, Jawa Tengah. Sejak menjadi mitra Amartha pada 2021, usahanya berkembang pesat.

"Awalnya hanya satu mesin. Sekarang saya bisa mempekerjakan beberapa ibu di sekitar rumah. Usaha kecil ini ternyata bisa membuka lapangan kerja dan membantu kebutuhan keluarga mereka," tutur Sri.

Pengalaman serupa dialami Wiji Lestari, pengusaha kue rumahan yang memulai usaha sejak 2017. Dengan dukungan pembiayaan, kapasitas produksinya melonjak drastis. Ia mendapati pesanan 100 hingga 1.500 kue per hari yang berdampak pada meningkatnya penghasilan keluarga serta turut memberdayakan tetangga di sekitarnya.

Taufan menegaskan, UMKM bukan sekadar sektor ekonomi, melainkan ekosistem yang menghubungkan keluarga, komunitas, dan pasar.

"Di situlah lapangan kerja tercipta dan kesejahteraan bisa merata hingga perdesaan. Ini yang terus kami dorong agar ekonomi akar rumput tumbuh berkelanjutan," tutupnya.




(agt/agt)







Hide Ads