Gelombang kepanikan dan kebingungan menyebar komunitas India dan industri teknologi global, menyusul perintah mendadak Presiden AS Donald Trump yang mengenakan biaya USD 100.000 atau Rp 1,6 miliar untuk visa H-1B. India mungkin paling terdampak, tapi bisa juga jadi berkah.
Pengumuman itu sempat memicu kebingungan yang meluas, seperti yang terjadi di dalam pesawat Emirates dari San Francisco ke Dubai, di mana banyak penumpang asal India akan pulang kampung. Pesawat itu tertahan di landasan tiga jam ketika para pemegang H-1B berebut untuk mengetahui apakah mereka dapat masuk kembali ke AS.
Video insiden yang diverifikasi oleh CNN menunjukkan kapten berusaha menenangkan penumpang yang khawatir. "Karena keadaan saat ini, jelas ini belum pernah terjadi sebelumnya bagi kami di Emirates," katanya melalui pengeras suara, sementara para penumpang yang kebingungan memeriksa ponsel mereka.
"Kami menyadari bahwa sejumlah penumpang tidak ingin bepergian dengan kami. Itu tidak masalah," sebut sang kapten.
Masud Rana, yang berada di dalam pesawat dan merekam video, menyebut situasi tersebut kekacauan total dalam unggahan di Instagram. "Itu (pengumuman) menciptakan kepanikan di antara banyak orang, terutama penumpang India yang bahkan ada yang memilih meninggalkan pesawat," kisagnya.
Gedung Putih kemudian mengklarifikasi bahwa biaya visa sebesar USD 100.000 hanya akan berlaku untuk aplikasi H-1B baru.
Langkah Trump ini akan berdampak besar ke para profesional terampil dari India, yang konsisten menyumbang mayoritas aplikasi disetujui dalam beberapa tahun terakhir. Itu bisa mengancam mengubah jalur karier ratusan ribu orang India dan mengganggu model bisnis perusahaan teknologi yang bergantung pada talenta global.
Selama beberapa dekade, visa H-1B telah menjadi pintu gerbang bagi warga terbaik India untuk memasuki dunia kerja AS dan membangun karier jangka panjang di Amerika.
Bukti paling mencolok dari keberhasilan ini terlihat jelas di jajaran pimpinan raksasa teknologi saat ini seperti Satya Nadella dari Microsoft, Sundar Pichai dari Alphabet, Arvind Krishna dari IBM, dan Shantanu Narayen dari Adobe, semuanya lahir di India dan meraih gelar dari universitas Amerika.
Simak Video "Video: Kenaikan Biaya Visa AS Bikin Panik"
(fyk/fay)