Kehebohan seputar film animasi Indonesia Merah Putih: One For All terus bergulir di media sosial dan jagat maya. Kini muncul tudingan baru bahwa tim produksi menggunakan aset karakter 3D tanpa izin dari kreatornya.
Tuduhan ini datang dari Junaid Miran, seorang seniman 3D asal luar negeri yang menjual karyanya di platform Reallusion seharga sekitar USD 149 atau Rp 2,4 juta.
Dalam kolom komentar di kanal YouTube-nya, Junaid mengaku tidak pernah dihubungi maupun diberi kredit oleh pihak produksi film, meski karakternya diduga digunakan sebagai tokoh utama.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terima kasih atas apresiasinya, semua dari Indonesia! Untuk menjawab pertanyaan yang paling sering diajukan: Tidak, tidak ada satu pun dari tim produksi yang menghubungi saya atau memberi saya kredit atas penggunaan karakter saya sebagai tokoh utama dalam film. Mereka telah menggunakan total 6 karakter," tulis Junaid.
Pernyataan ini banyak respons dari warganet. Banyak yang mendorong Junaid untuk menuntut tim produksi.
![]() |
"Sebagai orang Indonesia, silakan tuntut mereka, bro. Kamu pantas mendapatkannya karena mereka mencuri karya agungmu," kata @taengbyeol.
"Ada 6 di TRAILER saja, mungkin lebih banyak lagi di film lengkapnya. Saya harap Anda bisa menuntut mereka jika memungkinkan dari pihak Anda. Mereka jelas-jelas mencuri aset Anda dan ini ironis karena Indonesia terlalu keras dalam mendorong royalti dan hak cipta akhir-akhir ini dan kami sudah muak dengan itu. Tapi tolong, teruskan karya bagusmu," ujar @ramananda2025.
"wow mereka bahkan belum menghubungi Anda atau menghubungi Anda & memberi Anda penghargaan??? sungguh memalukan," ungkap
@abl2a-muhammadrefy667.
Tanggapan Produser
Merah Putih One For All Foto: Dok. Perfiki Kreasindo
|
Sebelumnya di detikPagi, Eksekutif Produser dan Sutradara film animasi Merah Putih: One for All,Endiarto memberikan penjelasannya terkait dugaan penggunaan aset animasi luar negeri dari Reallusion Content Store. Dia menyebutkan ada kemiripan.
"Kalau ada kemiripan itu sah saja. Cuma pada awalnya bidang IT, animator kami membikin bukan bermaksud begitu. Tapi, dia mengeluarkan segala effortnya," kata Endiarto dalam acara detikPagi, Senin (11/8/2025).
Endiarto bilang dalam film animasi ada kebebasan style. Interpretasi dari desain itu lalu diformulasikan dalam bentuk visual. Endiarto tidak menjawab gamblang apakah desainnya diambil dari platform animasi luar negeri.
"Kalaupun itu mendekati dan hampir mirip, kan itu nggak bisa kita harus patok begini begitu lho, karena dunia ini luas," ujarnya.
Usaha dari tim animator, kata Endiarto termasuk menyiapkan setting menyerupai alam Indonesia dan pedesaan. Dia mengembalikan lagi penilaian akhir kepada para penonton film.
"Kalau dibahas, itu kan nggak kelar-kelar. Kami serahkan justifikasi itu dari penonton. Cuma kalau belum menonton secara penuh kan sepertinya tidak fair," jelas Endiarto.
Endiarto meminta masyarakat menonton dulu film ini sebelum berkomentar. Dia beralasan pihaknya hanya ingin membuat film anak-anak yang sederhana dan mudah dicerna dengan visual yang sederhana juga.
"Awalnya film ini didesain khusus untuk anak-anak. Dengan narasi yang simpel, sederhana dan visualisasi juga yang sederhana jadi tanpa perlu berpikir," pungkasnya.
Sebagai informasi, aset-aset animasi di Reallusion Content Store dijual dengan harga sekitar USD 43,50 atau Rp 700 ribuan per item. Junaid Miran, desainer karakter 3D asal Pakistan menjual paket aset kartunnya di platform itu dengan nama 3D Stylized Toon Boys.
Karakter-karakter desain Junaid Miran inilah yang banyak kemiripan dengan karakter di film Merah Putih: One for All. Aset animasi lain yang disebutkan mirip adalah setting environment 3D yang dijual di Daz3D seperti gudang, hutan, air terjun, jalanan perkotaan. Inilah yang memicu kritikan netizen karena bujet filmnya yang disebut mencapai Rp 6,7 miliar.
Simak Video "Video Kata Produser "Merah Putih: One For All" Dituding Pakai Aset 3D Online"
[Gambas:Video 20detik]
(afr/afr)