Angka kelahiran di Jepang terus menurun, menimbulkan kecemasan, bahkan ada kekhawatiran suatu saat nanti, negara itu akan lenyap. Salah satu penyebabnya adalah keengganan anak muda untuk menikah. Bahkan angka perjaka dan perawan disinyalir makin tinggi saja.
Krisis populasi di Jepang makin menjadi-jadi. Angka kelahiran bayi di Jepang tahun 2023 lalu anjlok, yang merupakan penurunan selama 8 tahun berturut-turut. Negara itu pun menghadapi krisis yang mengancam eksistensinya.
Selain jumlah kelahiran, angka pernikahan pun turun 5,9% jadi 489.281 pasangan menikah, turun di bawah 500 ribu untuk pertama kalinya dalam 90 tahun. Rendahnya angka pernikahan ini pula yang jadi biang keladi minimnya kelahiran bayi.
Baca juga: Elon Musk Peringatkan Jepang Terancam Lenyap |
Survei mengungkap bahwa banyak anak muda Jepang enggan menikah atau berkeluarga lantaran prospek kerja yang sulit, tingginya biaya hidup dibanding kenaikan gaji, serta lingkungan kerja yang tidak mendukung.
Dalam survei yang diselenggarakan Japanese National Institute of Population and Social Security Research, 24,6% perempuan usia antara 18 sampai 39 tahun pada 2015 adalah perawan, naik dari angka 21,7% di tahun 1992.
Pada kategori pria di rentang usia yang sama, persentase yang belum pernah berhubungan intim naik dari 20% menjadi 25,8%. Karena saat ini angka pernikahan dan kelahiran bayi terus turun, diduga jumlah itu telah meningkat.
Peningkatan konsisten sampai usia setelahnya. Di survei 1987, 6,2% wanita dan 8.8% pria Jepang belum pernah berhubungan dan meningkat jadi 11,9% dan 12,7% dalam survei di tahun 2015.
Salah satu penyebabnya adalah persoalan ekonomi. Laki-laki yang berpenghasilan paling rendah punya kemungkinan 10 hingga 20 kali lebih besar untuk menjadi perjaka dibanding yang berpenghasilan paling tinggi.
"Meskipun diskusi seputar sebab dan akibat jadi sangat kompleks ketika mempertimbangkan siapa yang berpengalaman secara seksual dan siapa yang tetap perjaka, kami menunjukkan bahwa kurangnya pengalaman heteroseksual setidaknya sebagian merupakan masalah sosial ekonomi bagi laki-laki. Sederhananya, uang berbicara," kata Cyrus Ghaznavi, salah satu periset.
Tingkat orang tetap perjaka atau perawan di Jepang di usia 30-an jauh lebih tinggi dibanding di AS, Inggris, dan Australia. Akan tetapi hal ini tidak seharusnya jadi stigma.
"Kekurangan aktivitas atau pengalaman seksual, baik disengaja atau tidak, tak boleh dianggap eksotik, diejek, atau dianggap sebagai kekhawatiran. Penelitian lebih lanjut diperlukan soal alasan ketidakaktifan seksual dan bagaimana dinamika pasar perkawinan dapat berkembang karena kencan online, pergeseran ekspektasi hubungan romantis dan seksual, serta perubahan nilai, gaya hidup, dan tren pasar tenaga kerja," kata Dr. Peter Ueda, pakar epidemiologi.
Simak Video "Video: 23 Ribu Bayi Lahir di Korea Selatan, Naik 11 Persen dari Tahun Lalu"
(fyk/fay)