Disiplin Warga Jepang di Balik Musibah Gempa dan Kecelakaan Pesawat
Hide Ads

Disiplin Warga Jepang di Balik Musibah Gempa dan Kecelakaan Pesawat

Fino Yurio Kristo - detikInet
Kamis, 11 Jan 2024 09:15 WIB
Kesaksian penumpang yang selamat dari neraka pesawat Japan Airlines yang terbakar  Itu adalah keajaiban, kami bisa saja mati
Disiplin Warga Jepang di Balik Musibah Gempa dan Kecelakaan Pesawat Foto: BBC World
Jakarta -

Dalam 48 jam pertama tahun 2024, Jepang dua kali mengalami tragedi besar. Gempa magnitudo 7,6 skala Richter melanda Ishikawa, menyebabkan sedikitnya 100 orang tewas. Keesokan harinya, pesawat Japan Airlines dan pesawat penjaga pantai bertabrakan dan terbakar di bandara Haneda Tokyo.

Meski lima dari enam awak pesawat penjaga pantai tewas, seluruh penumpang Airbus A350 yang berjumlah 379 orang selamat berkat respon cepat awak pesawat dan perhatian penumpang terhadap instruksi. Pesawat penjaga pantai itu membawa perbekalan untuk membantu daerah yang kena dampak gempa sehari sebelumnya.

Meski angka resmi korban gempa cukup besar, sejauh ini sekitar 100 orang tewas dan 211 orang hilang, dampaknya bisa jauh lebih buruk jika bukan karena kesiapan Jepang menghadapi bencana tersebut. Lembaga seismologi Jepang menjadi pemimpin global, dengan jaringan seismometer canggih dan sistem peringatan dini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Miguel Martínez Paneda, insinyur struktur senior di Arup, perbedaan utama dalam rasio kematian dan kerusakan antara gempa bumi di Jepang dan gempa bumi skala besar di negara lain seperti yang terjadi di Maroko atau Turki, adalah bahwa Jepang sangat sadar akan risiko gempa.

"Sebagian besar bangunannya dibuat dengan pemahaman bahwa bangunan tersebut harus tahan terhadap gempa," katanya seperti dikutip detikINET dari El Pais.

ADVERTISEMENT

Jepang rentan gempa karena lokasinya yang dikenal sebagai Cincin Api Pasifik, tempat 90% aktivitas seismik di planet ini terkonsentrasi. Negara ini mencatat ratusan gempa bumi tiap tahun, walau sebagian besar berintensitas rendah.

"Tidak seperti kebanyakan aturan bangunan di Eropa dan Amerika, Jepang tidak hanya fokus pada pencegahan keruntuhan jika terjadi gempa bumi besar, namun juga memastikan bahwa bangunan dapat terus digunakan saat terjadi gempa kecil," kata Martínez

Toshitaka Katada, profesor di Universitas Tokyo mengatakan bahwa respons pemerintah dengan peringatan cepat tentang keadaan darurat yang dikirim ke ponsel warga dan tim penyelamat cepat dikerahkan serta kesadaran masyarakat, membantu menyelamatkan banyak nyawa.

Masyarakat Jepang belajar sejak dini bagaimana bertindak jika terjadi gempa bumi dan setiap tahun, anak-anak dan orang dewasa melakukan latihan evakuasi. "Jepang mungkin adalah negara yang paling siap menghadapi peristiwa semacam itu," cetusnya.

Patuh protokol evakuasi

Ketertiban dan kepatuhan masyarakat Jepang juga berperan penting dalam mencegah kecelakaan bandara Haneda berubah jadi tragedi. Merupakan keajaiban bahwa seluruh 367 penumpang, termasuk 8 anak-anak dan 12 awak, selamat tanpa cedera. Hanya 17 orang yang terluka, semuanya kini sudah keluar dari bahaya.

Ahli mengatakan keberhasilan evakuasi disebabkan oleh protokol modern dan profesionalisme. Menurut Japan Airlines, hanya butuh 18 menit sejak pesawat berhenti hingga orang terakhir menuruni jalur darurat.

"Reaksi luar biasa dari para penumpang juga memainkan peran. Mereka tidak panik, mereka tetap duduk, tanpa berdiri untuk mengambil tas, mendengarkan instruksi kru dengan penuh perhatian dan mengikuti perintah mereka," cetus Barbara Perez Sanczes, pramugari di Emirates.

Jika saja para penumpang itu panik dan berebutan keluar atau mengambil tas, risiko bahaya besar menanti. Beruntung, mereka semuanya mematuhi aturan dan keluar dengan selamat dari pesawat yang terbakar.




(fyk/afr)