Twitter Dibuka Lagi di Nigeria Usai Masalah Hapus Tweet Presiden
Hide Ads

Twitter Dibuka Lagi di Nigeria Usai Masalah Hapus Tweet Presiden

Rachmatunnisa - detikInet
Senin, 04 Okt 2021 18:47 WIB
People holding mobile phones are silhouetted against a backdrop projected with the Twitter logo in this illustration picture taken in  Warsaw September 27, 2013.   REUTERS/Kacper Pempel/Illustration/File Photo
Hapus Tweet Presiden, Negara Ini Paksa Twitter Cuma Bisa Dipakai Hal Baik. Foto: Reuters/Kacper Pempel
Jakarta -

Nigeria mencabut larangan akses Twitter, namun dengan syarat layanan mikroblogging berlogo burung biru itu hanya boleh digunakan untuk kepentingan terkait bisnis dan hal-hal positif.

Dikutip dari Bloomberg, Senin (4/10/2021) Twitter awalnya dilarang pada bulan Juni oleh pemerintah Nigeria setelah diketahui menghapus tweet Presiden Nigeria Muhammadu Buhari. Saat itu Twitter melakukannya dengan alasan pelanggaran kebijakan penyalahgunaan.

Perkembangan terbaru dari kasus ini, Pemerintah Nigeria mengatakan hampir mencapai kesepakatan dengan Twitter untuk bisa melanjutkan operasional mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sebagai sebuah negara, kami berkomitmen untuk memastikan bahwa perusahaan digital menggunakan platform mereka untuk meningkatkan kehidupan warga negara kami, menghormati kedaulatan Nigeria, nilai-nilai budaya, dan mempromosikan keamanan online," kata Buhari dalam pidatonya.

Twitter dilarang di negara itu menyusul tweet Buhari yang mengancam akan menghukum para separatis yang diduga menyerang gedung-gedung pemerintah. Pada saat itu, Twitter menyatakan sangat prihatin dengan tindakan Nigeria dan menyampaikan bahwa akses internet yang terbuka adalah hak asasi manusia yang penting.

ADVERTISEMENT

Facebook, Twitter, Apple, dan raksasa teknologi lainnya sering kali berjalan di garis tipis antara mempromosikan kebebasan internet dan mematuhi undang-undang setempat.

Apple, misalnya, baru-baru ini dituding memberikan kontrol kepada pemerintah China atas data lokal. Namun berbarengan dengan itu, perusahaan ini juga mencerca tindakan serupa di Amerika Serikat dan di sejumlah negara lain.




(rns/fay)