Akhir-akhir ini semakin banyak orang yang mengekspos soal kehidupan seksual mereka di media sosial atau medsos. Psikolog mengungkap sebaiknya dipikir ulang sebelum dilakukan. Demikian seperti dijelaskan oleh Gisella Tani Pratiwi, M.Psi., Psikolog (psikolog klinis) kepada detikINET.
Kejadian terbaru misalnya yang membawa nama penyiar radio Gofar Hilman dan jadi viral di Twitter karena dugaan pelecehan seksual. Gofar juga ternyata pernah membahas soal kehidupan seksualnya di Podcast AMWave Parno Porno soal dia terkena penyakit menular seksual. Ada lagi pengakuan Gofar berhubungan dengan 100 perempuan di channel YouTube Loriana Armanasco dan acara TV bersama Desta dan Vincent.
Menurut Gisella, jika opini atau info atau sharing personal sudah dimuat di medsos atau media, sebaiknya diikuti kesadaran penuh dari yang bersangkutan mengenai tujuan diunggahnya materi tersebut, perhitungan atau analisa akan dampak konten tersebut kepada publik lintas usia dan kalangan. Makanya, hal itu perlu dipikir ulang oleh netizen dan kejadian yang membawa nama Gofar Hilman perlu jadi pembelajaran.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terlebih lagi sebenarnya diharapkan ada aspek perlindungan meminimalisir dampak negatif pada konsumen materi, terutama mereka yang berusia anak/generasi muda atau golongan minor lainnya," kata Gisella melalui pesan singkat.
Di sisi lain, kita sebagai pembaca atau konsumen materi medsos atau media, perlu memiliki kesadaran dan pola pikir yang kritis dalam mengkonsumsi materi materi ini. Ini dilakukan guna mencegah informasi yang kita konsumsi menjadi hal yang destruktif untuk diri sendiri maupun orang sekitar.
Sementara itu, untuk alasan seseorang mengekspos kehidupan seksualnya di medsos atau media memang bisa beragam dan variatif. Ini perlu dilihat kasus per kasus, tidak dapat digeneralisir.
"Dan perlu diingat sebagai individu dewasa, aspek seksualitas adalah bagian dari identitas diri seseorang. Jadi memang beragam sekali pemaknaan personalnya, baik yang disadari maupun tidak," jelas Gisella.
"Jika memiliki perkembangan seksualitas yang sehat maka seharusnya juga termasuk kesadaran akan healthy boundaries, consent dalam hubungan seksual, dan meminimalisasi dampak destruktif akan perilaku seksual kepada pasangan maupun orang-orang lain," pungkasnya.
(ask/fyk)