Sejumlah karyawan Twitter mengunci akun Twitternya dan menghapus bermacam informasi pribadi yang ada di dunia maya.
Langkah ini mereka lakukan untuk mengantisipasi 'serangan' dari pendukung Presiden Donald Trump sebagai aksi balas dendam karena Twitter beberapa waktu lalu memblokir akun milik Trump.
Tak cuma itu, beberapa eksekutif Twitter pun kini dijaga oleh pengawal pribadi untuk mengantisipasi hal-hal yang tak diinginkan, demikian dikutip detikINET dari The Verge, Minggu 17/1/2021).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada 8 Januari lalu, akun @realDonaldTrump diblokir permanen dari Twitter, dengan alasan kicauan Trump bisa diinterpretasikan sebagai dukungan untuk para pendemo untuk melakukan aksi kerusuhan.
Awalnya, Twitter hanya melakukan pemblokiran sementara. Namun kemudian lebih dari 300 orang karyawan Twitter menandatangani petisi internal untuk meminta Twitter melakukan pemblokiran permanen. Dan hal itu pun didukung oleh CEO Twitter Jack Dorsey.
"Aksi tersebut membahayakan Amerika Serikat, perusahaan dan juga karyawan kita," tulis mereka. Twitter juga sebaiknya mengevaluasi kebijakan perusahaan karena mungkin turut berperan pada terjadinya kerusuhan.
"Kita bukan pemerintah. Pejabat terplih seharusnya bekerja untuk memperbaiki hal ini dan menyatukan negara kita. Peran kita adalah melakukan segala yang kita bisa untuk mempromosikan diskursus yang sehat, mengetahui bahwa mungkin hal itu takkan selalu diterima dalam jangka pendek, tapi jangka panjang," cetus Dorsey.
Langkah serupa juga dilakukan oleh sejumlah platform lain, seperti Snapchat, Twitch, dan Facebook. Bahkan, Shopify pun ikut menutup toko kampanye milik Trump, yang menjual berbagai pernak-pernik kampanye 'Make America Great Again' dan lain sebagainya.
(asj/asj)