Menyusul Huawei dan sederet perusahaan teknologi asal China, produsen drone DJI masuk daftar blacklist Amerika Serikat. Namun demikian bukan berarti DJI akan langsung tumbang di Negeri Paman Sam lantaran terlanjur sudah menguasai pasar.
DJI masuk daftar blacklist karena dianggap sebagai risiko keamanan nasional AS, dan juga dianggap ikut serta dalam pelanggaran HAM di China. Dampaknya adalah perusahaan yang berbasis di AS dilarang berbisnis dengan DJI, misalnya menjual komponen atau teknologi pada DJI.
Walaupun begitu, DJI diperkirakan belum akan kehilangan posisi dominannya di AS. "Memang ada banyak opsi, tapi realitasnya DJI punya sekitar 75% market share (di AS)," kata Mike Winn selaku CEO lembaga analisis DroneDeploy.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Masuk Blacklist AS, Begini Tanggapan DJI |
DJI mendominasi penjualan drone lantaran harganya lumayan masuk akal, desain dan teknologi canggih serta termasuk pionir di pasar drone. Mendepak DJI dari pasar AS menurut Winn sama saja dengan mengeluarkan Apple dari pasar smartphone alias sangat sukar.
DJI masih bisa mendapatkan teknologi dan komponen AS, namun harus mendaftarkan lisensi khusus seperti Huawei. Prosesnya memang berbelit-belit tapi hal itu bisa menjadi salah satu solusi.
Terlebih lagi, DJI sebenarnya cukup mandiri dalam pembuatan software dan terutama hardware drone mereka. Memang sebagian software terbantu teknologi Amerika, namun basisnya adalah ciptaan DJI sendiri.
Untuk menenangkan para konsumen, DJI telah menyatakan bahwa warga yang tinggal di AS masih tetap membeli drone buatan mereka. Mereka pun menyatakan kekecewaannya karena dimasukkan ke dalam daftar tersebut.
"DJI kecewa dengan keputusan Kementerian Perdagangan AS. Namun konsumen di Amerika tetap bisa membeli dan menggunakan produk DJI secara normal," tulis DJI dalam pernyataannya baru-baru ini. Artinya dalam jangak pendek, sepertinya tidak akan ada imbas besar bagi bisnis DJI setelah terkena sanksi dari Amerika.
(fyk/fay)