Twittter menandai 300.000 cuitan dengan konteks tambahan karena dianggap menyesatkan atau berisi konten yang diperdebatkan tentang pemilihan presiden Amerika Serikat 2020. Analisis ini melihat cuitan yang diunggah pada 27 Oktober hingga 11 November.
Jumlah tersebut mencakup 0,2% dari total cuitan terkait pilpres AS yang dikirimkan dalam periode tersebut. Selain itu, 456 dari ratusan ribu cuitan yang ditandai juga diberikan peringatan yang menyembunyikan isi konten dan penyebarannya dibatasi dengan mematikan retweet, balasan, dan likes.
Peringatan tersebut rupanya cukup ampuh dalam membatasi penyebaran konten yang sudah diperingatkan. Sekitar tiga perempat dari pengguna Twitter yang menemukan cuitan yang telah diberi peringatan lanjut melihat isinya, seperti dikutip detikINET dari Cnet, Jumat (13/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, cuitan dari Presiden Donald Trump juga menerima banyak peringatan. Berdasarkan data New York Times, sepertiga dari cuitan Trump yang diunggah pada 3-6 November diberikan peringatan.
Dalam blog post yang dirilis, Twitter juga mengungkap fitur apa saja yang berhasil dan tidak berhasil dalam mencegah penyebaran misinformasi.
Menghilangkan rekomendasi akun baru untuk diikuti pengguna rupanya tidak memiliki dampak besar terhadap penyebaran misinformasi dan fitur ini akan dikembalikan pada Selasa mendatang.
Twitter juga akan menarik perubahan yang dibuat sebelum pilpres di mana hanya topik dengan konteks tambahan yang ditampilkan di tab 'For You' di trending topic.
Satu fitur yang rupanya berguna untuk memperlambat penyebaran misinformasi adalah fitur yang mewajibkan pengguna untuk membaca isi cuitan sebelum di-retweet. Dengan fitur ini, jika pengguna memencet tombol retweet mereka justru akan melihat kotak dialog untuk menambahkan quote tweet agar pengguna menambahkan komentarnya sendiri.
Media sosial berlogo burung ini mengatakan jumlah retweet dan quote tweet jika dikombinasikan telah turun 20% sejak fitur itu dikenalkan.
"Perubahan ini menghadirkan beberapa gesekan, dan memberikan orang-orang momen tambahan untuk mempertimbangkan kenapa dan apa yang mereka tambahkan terhadap percakapan," kata Twitter dalam blog post.
"Perubahan ini memperlambat penyebaran informasi menyesatkan karena pengurangan secara keseluruhan dalam jumlah berbagi di layanan," sambungnya.
Setelah pilpres AS selesai, Twitter mengatakan akan mempelajari dampak perubahan lebih lanjut dan untuk saat ini akan membiarkannya di platform.
(vmp/vmp)