UU Cipta Kerja Omnibus Law yang disahkan pada Senin (5/10/2020) memancing berbagai reaksi dari warganet. Di Twitter, reaksi kecewa akibat aturan tersebut memunculkan hashtag Mosi Tidak Percaya dan DPR RI Khianati Rakyat.
Dalam unggahan dengan hashtag Mosi Tidak Percaya dan DPR RI Khianati Rakyat tersebut, warganet menggunakan kuote yang menggambarkan kondisi saat setelah pengesahan UU Cipta Kerja Omnibus Law disahkan. Misal quote dari aktivis buruh yang juga penyair Wiji Thukul.
"Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa alasan, dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata: lawan!" tulis akun Twitter @f***************. Kutipan ini nampaknya di-copy paste juga oleh banyak akun lain.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ucapan lain terkait UU Cipta Kerja Omnibus Law yang juga digunakan adalah dari Presiden pertama Ir Soekarno yang juga proklamator kemerdekaan Indonesia. Kuote tersebut menggambarkan pro kontra yang dihadapi dalam kehidupan bernegara.
"Perjuanganku lebih mudah karena mengusir penjajah, tapi perjuanganmu akan lebih sulit karena melawan bangsamu sendiri," tulis akun Twitter @m******* yang juga menyertakan hashtag Mosi Tidak Percaya dan DPR RI Khianati Rakyat.
Hasgtag Mosi Tidak Percaya dan DPR RI Khianati Rakyat tenyata juga mendapat perhatian dari para K-Popers. Netizen pecinta K-Pop mengupload lirik lagu usai pengesahan UU Cipta Kerja Omnibus Law, yang telah diterjemahkan dalam Bahasa Indonesia.
"Yang kaya semakin rakus, yang miskin makin sengsara," tulis akun Twitter @B**** mengutip lagu Strange yang dinyanyikan Suga/Agust D dan RM, keduanya adalah anggota K-Pop boyband BTS.
Selain lirik, potongan video BTS yang menyanyikan lagu Bapsae juga diunggah para fans idol Korea Selatan tersebut. Sama seperti Strange, Bapsae juga dianggap mewakili kondisi saat ini dan yang harus dihadapi masyarakat Indonesia setiap hari.
Menurut netizen K-Popers, kecintaan pada idol tidak melunturkan semangat mereka menanggapi UU Cipta Kerja Omnibus Law. Unggahan tentunya disertai hashtag Mosi Tidak Percaya dan DPRRI Khianati Rakyat.
UU Cipta Kerja Omnibus Law menjadi perbincangan hangat karena dirasa merugikan terutama buruh dan pekerja. Bagi yang masih bingung penyebab aturan ini menimbulkan kontroversi, ada baiknya mengetahui lebih dulu apa itu UU Cipta Kerja Omnibus Law?
Omnibus Law adalah mekanisme untuk merombak beberapa aturan sebelumnya yang dianggap tidak berdampak positif. Selain UU Cipta Kerja, omnibus law juga akan digunakan di aturan terkait perpajakan, ibu kota baru, dan kefarmasian.
Terkait UU Cipta Kerja Omnibus Law, berikut aturan yang menjadi kontroversi:
1. Penghapusan Upah Minimum
UU Cipta kerja Omnibus Law menghapus upah minimum kota/kabupaten (UMK) dan menggantinya menjadi upah minimum provinsi (UMP). Ketentuan ini berisiko mengakibatkan upah yang diterima lebih rendah dan tidak sesuai dengan pengeluaran.
2. Durasi jam lembur
Ketentuan BAB IV tentang ketenagakerjaan dalam Pasal 78 menyatakan, waktu kerja lembur menjadi empat jam dalam sehari dan 18 jam seminggu. Durasi lembur ini lebih lama daripada yang tercantum UU Nomor 13 Tahun 2003, selama maksimal tiga jam sehari dan 14 jam seminggu.
3. Risiko kontrak seumur hidup
Aturan kontroversial lain terdapat dalam UU Cipta kerja Omnibus Law pasal 61 dan 61 A. Pasal mencantumkan perjanjian kerja yang berakhir jika pekerjaan selesai. Dalam aturan ini, pekerja tidak bisa menentukan lamanya kontrak dan berisiko terjebak perjanjian kerja seumur hidup.
4. Rentan PHK
Selain berisiko terjebak kontrak kerja seumur hidup, para pekerja juga rentan terkena PHK sewaktu-waktu dengan disahkannya UU Cipta kerja Omnibus Law. Pekerja berisiko dirugikan dengan posisi tawar dan perlindungan yang minim.
5. Berkurangnya waktu istirahat
UU Cipta Kerja Omnibus Law pasal 79 Ayat 2 Poin b menyatakan, istirahat mingguan para pekerja hanya satu hari dalam seminggu. Aturan tersebut juga menghapus hak cuti panjang dua bulan setelah masa kerja enam tahun.
6. Perekrutan TKA
Aturan UU Cipta kerja Omnibus Law mengindikasikan kemudahan dalam merekrut Tenaga Kerja Asing (TKA), yang berisiko merugikan pekerja Indonesia. Sebelumnya dalam UU Ketenagakerjaan Tahun 2003, TKA harus punya izin dari menteri atau pejabat terkait jika ingin bekerja di Indonesia.
(row/erd)