"Kami tak pernah melakukan ranking ulang atau mengubah hasil pencarian untuk memanipulasi sentimen politik," kata juru bicara Google dalam pernyataannya, seperti dikutip detikINET dari CNET.
"Tujuan kami adalah untuk selalu memberi orang akses ke informasi yang relevan dan berkualitas tinggi untuk pertanyaan mereka, tanpa memandang sudut pandang politik," imbuh Google.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Donald Trump: Google Harus Digugat |
Trump agaknya merujuk pada laporan yang diterbitkan pada Juni 2017 oleh Robert Epstein dari American Institute for Behavioral Research and Technology. Meski begitu menurut penjelasan Eipstein, bukan berarti Google melakukan manipulasi secara langsung kepada hasil pemilihan.
Epstein bersaksi di hadapan Senate Judiciary Subcommittee pada Juni 2019 dan percaya algoritma pencarian Google menghasilkan hasil pencarian bias, yang kemungkinan bisa memengaruhi pemilih yang golput sehingga bisa memberikan setidaknya 2,6 juta suara kepada Hillary Clinton.
Epstein menyebut 2,6 juta adalah angka 'minimum terendah'. "Antara 2,6 sampai 10,4 juta suara, tergantung pada seberapa agresif mereka dalam menggunakan teknik yang telah saya pelajari, seperti efek manipulasi mesin pencari, efek saran pencarian, efek jawaban bot, dan lainnya," ujarnya.
Epstein juga mengklaim jika Google, Twitter dan Facebook mendukung kandidat yang sama pada tahun 2020, maka akan ada 15 juta suara berada di 'tangan' mereka.
Sebelumnya Hilarry Clinton sebagai lawan Trump pada Pilpres AS lalu telah membantah isu tersebut dan menyebut studi yang dirujuk Trump tidaklah tepat.
Baca juga: CEO Apple Curhat ke Trump soal Samsung |
(ask/fyk)