Pertanyaan itu kemudian dijawab oleh Chief Operating Officer (COO) Facebook Sheryl Sanberg. Diungkapkannya bahwa Facebook tidak melihat kalau ancaman itu berasal dari aplikasi pihak ketiga, yakni oleh Cambridge Analytica.
Seperti diketahui, Cambridge Analytica menyalahgunakan 87 juta data pengguna Facebook. Data-data pengguna tersebut malah dimanfaatkan untuk kepentingan politik, tepatnya mempengaruhi hasil pemilihan presiden di Amerika Serikat pada 2016 lalu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sandberg kemudian memberi contohnya, yakni peretasan email Sony dan hal itu tidak terjadi pada Facebook sejauh ini. Hal itu, yang membuat Facebook tidak merasa ada hal berbahaya lainnya terhadap perusahaan.
"Kami tidak melihat adanya ancaman lain yang lebih berbahaya," sebutnya.
Perusahaan media sosial ini mengaku tidak menyadari bahwa ancaman juga bisa berasal dari dalam. "Kami fokus pada ancaman lama dan sekarang kami mengerti bahwa ini adalah jenis ancaman yang kami miliki," kata Sandberg menambahkan.
Baca juga: Hillary Clinton Ingin Jadi CEO Facebook |
Tak hanya terlambat untuk menemukan akses tidak sah oleh Cambridge Analytica kepada data penggunanya, tetapi Facebook juga masih belum mengetahui persis data apa yang diakses konsultan politik tersebut.
Saat ini, Facebook masih berupaya untuk melakukan audit secara internal. Namun di saat bersamaan pemerintah Inggris memutuskan untuk menginvestigasi terlebih dulu, sehingga audit Facebook tertahan.
"Mereka tidak memiliki data yang dapat kami identifikasi. Sampai hari ini, kami masih belum tahu data apa yang dimiliki Cambridge Analytica," pungkasnya. (agt/fyk)