Data 50 Juta Pengguna Bocor, Semua Salah Facebook?
Hide Ads

Data 50 Juta Pengguna Bocor, Semua Salah Facebook?

Rachmatunnisa - detikInet
Jumat, 23 Mar 2018 13:53 WIB
Mark Zuckeberg pendiri Facebook. Foto: GettyImages/David Ramos
Jakarta - Facebook menjadi bulan-bulanan pasca terungkapnya penyalahgunaan data 50 juta pengguna jejaring sosialnya. Sorotan kritik dan kemarahan pun menyasar sang CEO Mark Zuckerberg. Apa benar semua salah Facebook?

Sebelumnya diberitakan, data sekitar 50 juta pengguna Facebook diangkut oleh perusahaan konsultan politik bernama Cambridge Analytica untuk memenangkan kampanye Donald Trump. Krisis Facebook pun tak terhindarkan. Skandal ini membuat krisis harga saham Facebook terpangkas sampai sekitar USD 40 miliar.

Ada pendapat lain mengenai isu ini. Dari sisi keamanan cyber, skandal privasi tersebut adalah kejahatan yang dilakukan pihak di luar Facebook. Pihak ketiga ini, secara tidak etis mengumpulkan data dari Facebook dan memanfaatkannya untuk kepentingan mereka.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Menurut saya ini bukan 100% salah Facebook. Ini kejelian Cambridge Analytica memanen data yang kemudian ditindaklanjuti dengan iklan Facebook dan hoax yang disesuaikan dengan profil penerimanya," sebut pakar keamanan internet dari Vaksincom, Alfons Tanujaya, dihubungi detikINET, Jumat (23/3/2018).



Masalah bermula, ketika di 2013, seorang akademisi dari Cambridge University bernama Alexander Kogan, membuat semacam aplikasi kuis bernama This is Your Digital Life untuk kepentingan penelitian.

Atas izin Facebook, kuis untuk menguji kepribadian ini mengundang sekitar 300 ribu pengguna Facebook menggunakannya. Celakanya, selain mengumpulkan data kepribadian, aplikasi ini juga mengangkut data pribadi teman-teman peserta kuis. Hasilnya, didapatkan data 50 juta pengguna Facebook.

Data ini berkaitan erat dengan profil pengguna Facebook yang bisa digunakan untuk mengklasifikan sifat, pandangan politik dan kecenderungan pengguna Facebook.

Oleh Kogan, data tersebut diberikan kepada Cambridge Analytica untuk sebuah program, berita dan kampanye sejenis yang ditujukan kepada profil-profil pengguna Facebook.



"Pada awalnya dikira tidak berpengaruh namun ternyata bisa berpengaruh signifikan mengubah pandangan orang dan berpengaruh pada hasil Pilpres AS (yang memenangkan Donald Trump). Ini juga disinyalir berpengaruh pada referendum Brexit," papar Alfons.

Karenanya menurut Alfons, pihak bersalah di sini adalah Kogan dan Cambridge Analytica. Mereka menyalahgunakan data yang dipercayakan Facebook kepada mereka.

"Dan menurut perjanjian, mereka (Kogan dan Cambridge Analytica) tidak boleh menggunakan data tersebut dan harus dihapus, tapi mereka tidak melakukannya. Tapi sudah terlanjur orang tahunya hanya Facebook, jadi semua hanya menyalahkan Facebook," terang Alfons.

[Gambas:Video 20detik]

Buntut dari kejadian ini, Facebook berjanji melakukan sejumlah tindakan yang lebih ketat agar data penggunanya lebih terlindungi. Namun menurut Alfons, belajar dari kasus ini, diperlukan pula kesadaran dari pengguna untuk cerdas bermedia sosial dan memilah-miih lagi apa yang dibagikan di media sosial sebagai awal benteng perlindungan.

"Memang perlu edukasi supaya cerdas bermedia sosial. Jangankan yang tidak berpendidikan, yang terdidik (lulusan) S2, S3 saja banyak yang mudah terpengaruh. Kasus seperti Facebook ini setidaknya membuka mata kita," tutupnya. (rns/fyk)