Proofpoint, sebuah firma keamanan siber, melihat sebuah kecenderungan dari para pengembang ransomware untuk mulai menarik kepercayaannya terhadap Bitcoin sebagai bentuk pembayaran pelunasan tebusan yang mereka minta kepada korban.
Selama Kuartal IV-2017, para peneliti dari Proofpoint menyatakan bahwa permintaan pembayaran menggunakan Bitcoin dari para hacker turun sebanyak 73%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kini, mereka justru kembali ke cara konvensional, dengan meminta tebusan dalam bentuk dollar AS, atau mata uang yang berlaku di tempat korban peretasan berada.
Jika dituangkan dalam bentuk persentase, lebih dari 60% penyebar ransomware lebih memilih pembayaran dengan mata uang konvensional, meskipun mereka juga tetap meminta bahwa transaksi tetap melibatkan Bitcoin di dalamnya.
"Denominasi ransomware ke dalam mata uang pemerintah, meskipun pembayarannya menggunakan Bitcoin, memiliki dua keuntungan besar bagi pelaku penyerangan. Mereka dapat menjaga kestabilan harga yang dipatok dan tetap dapat menerima pembayaran secara anonim," ujar peneliti dari Proofpoint, seperti detikINET kutip The Guardian, Jumat (19/1/2018).
Bahkan, ia menambahkan, hal tersebut juga, secara perlahan tapi pasti, meningkatkan nilai dari Bitcoin itu sendiri. Meskipun begitu, dengan nilai Bitcoin yang sudah mulai pulih ke USD 11.400 atau sekitar Rp 152 juta tiap 1 BTC, masih ada kemungkinan bahwa tren tersebut justru akan berubah kembali.
"Dengan motif utama dari kejahatan siber adalah keuntungan, maka mereka akan cenderung memilih alat dan teknik terbaik yang memungkinkan mereka untuk 'mengikuti' kemana uang mereka pergi," kata peneliti dari Proofpoint. (rou/rou)